Jumat, 16 Oktober 2009

Love At First Sight (part2)

Love At First Sight (part2)

Ku pijakan langkahku dengan santai siang itu, diantara kerumunan orang yang nampak terburu-buru sekali, beberapa dari mereka memencak-mencak kesal karena busway yang ditunggunya tak kunjung datang mengangkut penumpang. Aku melirik jam digital yang tertera di layar ponselku, pukul 14.10 wib. Satu setengah jam lebih awal dari waktu yang seharusnya. Yaa.. Aku bermaksud bertemu dengan seseorang disini.


Terminal busway Grogol, akan menjadi penuh sesak menjelang pukul tiga dan empat ke atas, pada pukul tiga, terminal ini dipenuhi oleh anak-anak sekolah yang berpulang dari sekolah, sementara menjelang pukul lima keatas akan di penuhi oleh para pegawai dan eksekutif muda. Dan itu yang kutunggu.


Sebulan yang lalu aku bertemu dengan seseorang yang tak kukenal namanya, namun ku ingat wajahnya, tak aku tahu dimana rumahnya namun aku mengenal kedalaman matanya. Wajah yang tampan, kulit putih, mata bening, rambut sedikit ikal, hidungnya mancung, dengan tatapan lembut dalam kepenasaran yang pernah dia siratkan padaku. Dulu aku pertama kali bertemu dengannya disini, tepat pukul 16.20, atau lain kata setengah lima kurang sedikit. Aku terus memperhatikannya dalam antrian para penumpang busway tujuan lebakbulus. Hingga kami duduk saling berhadapan didalam busway. Love at First Sight.


Satu jam berlalu. Para anak berseragam sekolah hanya nampak lalu lalang beberapa, sisanya para pegawai, orang umum dan para eksmud, tapi dia yang aku tunggu masih belum nampak juga. Menghilangkan bosan aku mendengarkan musik dari Ipod. Busway tujuan lebak bulus datang, para penumpang berebutan naik, salah satu dari mereka melirik heran padaku yang tetap duduk tak bergeming, sementara yang lain sibuk menyerbu ke pintu masuk bus.

Dua jam berlalu, aku masih menunggu termenung di kursi besi koridor, halte busway. tiga jam berlalu, langit senja memerah mulai meledek penantianku. Aku mulai menghela nafas seraya meluruskan tubuhku, sudah berapa kali bus berlalu, beragam orang datang, menunggu lantas pergi. Namun Aku masih belum melihatnya. Membuatku jadi pesimis. Apa jangan-jangan dia tidak naik busway lagi? Atau naik busway jurusan lain? Atau.. ah! aku segera mengenyahkan pertanyaan-pertanyaan yang berputar dikepalaku.

Langit mulai gelap, dan ba’da magrib berganti Isya. Kebetulan aku sedang ‘halangan’ jadi aku tak perlu melakukan shalat. Tuk yang keratusan kalinya aku melirik lagi angka digital yang tertera di layar ponselku, jam delapan malam lewat sepuluh menit. Rasanya kakiku sudah lemas dan pinggangku pegal sekali berlama-lama duduk, mungkin dia tidak akan muncul dan lebih baik aku pulang. Sesaat kala aku beranjak dari kursiku, sesosok yang aku kenal muncul dari kejauhan, dengan kemeja biru langit dipadu vest hitam elegan,yang seketika membuat hatiku bak disapa angin sepoi, sebuah energy muncul entah darimana, mencuatkan kegirangan dalam hatiku hingga bibir ku tersenyum puas.

Alhamdullilah akhirnya. Aku kangen sekali. Buru-buru aku kembali duduk dengan ekspresi pura-pura tak terjadi apa-apa. Sambil berusaha sedikit bersembunyi diantara beberapa orang yang juga duduk di kursi tunggu koridor busway. Seraya menahan girang, laki-laki itu pun melintas di hadapanku, matanya melirik kearahku, dari ekspresinya nampaknya, dia menggali memorinya mengingat-ingat, dan nampak terkejut, aku segera melempar senyum padanya dan dia balas tersenyum. Subhanallah manis sekali…!!


Tak lama sejak kedatangannya, sebuah busway tujuan lebak bulus segera merapat, semua orang berhambur masuk, akupun masuk dengan hati-hati, lalu diam berdiri di pojok busway, karena saat itu penumpang dalam bus cukup padat, kami terpisah, dia sendiri berdiri di tengah bus sambil berpegangan di handle bus.


Setelah setengah jam bus akhirnya lenggang, aku dapat tempat duduk, dekat pintu belakang. Aku memandang keluar jendela, sudah tak jauh dari halte tanah kusir, kira-kira perlu melewati dua halte lagi hingga sampai disana. Dalam hati aku merasa kecewa karena waktuku bersamanya hampir usai, saat bus lenggang tepat saat tak jauh dari halte tanah kusir. Aku memandangi pria tersebut, entah mengapa rasanya dia seperti berusaha memalingkan wajahnya dariku, berbeda dengan dulu, kami saling bertukar chemistry satu sama lain walau belum saling kenal. Dalam khayalanku bila bertemu untuk yang kedua kalinya, kami akan berkenalan atau selanjutnya bertukar nomor ponsel? Namun, ekspresinya begitu dingin, dan dia terus berdiri menghadap kearah depan seraya tangan kanannya memegangi jaket dan tas gendongnya

Halte 1...
halte 2, hingga akhirnya..


“next stop Tanah kusir” begitu loudspeaker busway memberikan warning, langsung pria tersebut buru-buru berjalan menuju pintu yang berada tepat disampingku, akhirnya kali ini dia tak bisa menghindari bertemu pandang denganku. Dia berhenti tepat didepanku, memalingkan matanya dariku, sesaat sebelum akhirnya busway merapat, dan sesaat hingga aku menyadari sebuah cincin platina tersemat di jari manisnya, yang tersibak diantara jaketnya. Aku terperangah, diam mematung. Sebelum akhirnya melangkah turun dia melirik padaku menyunggingkan senyum yang nampak berat, bahkan matanya enggan lama-lama bertemu dengan mataku. Begitu pintu busway terbuka diapun melangkah keluar dan berlalu...
bersama hatiku yang menjadi kelu..


Sadness and Sorrow

Cobaan


Kata-kata dibawah Ini, dinukil dari buku yang aku punya, salah satu buku yang paling aku sukai dari semua koleksiku. Aku pernah dibuat menangis saat membaca kata-kata ini.


Sesungguhnya jika Allah SWT MENYUKAI seorang hamba maka Dia akan mengujinya dan mengikatnya dengan bala, seperti orang sakit yang mengikat keluarganya untuk tetap disampingnya. Dan Dia mengutus dua malaikat untuk mendampinginya sambil berkata kepada keduanya, ‘Buatlah sakit jasadnya, persempitlah nafkahnya, dan jauhkan hajat serta keinginannya, sehingga ia memanggil-KU, karena Aku cinta dan senang mendengar suaranya’. Dan ketika hamba tersebut memanggil dan meminta, maka Dia berkata kepada kedua malaikat itu ‘Catatlah pahala untuk hamba-KU ini dari apa yang ia pinta dari-KU, dan lipat gandakan pahalanya sehingga ia mendatangi-KU, karena apa yang ada disisi-KU baik untuknya.
Dan jika Allah SWT MEMBENCI seorang hamba, maka Dia berkata kepada kedua malaikat itu yang mendampingi hambanya tersebut, ‘Sehatkan badannya, luaskanlah rezekinya, mudahkanlah hajat dan keinginannya, lupakanlah ia dari mengingat-KU, karena Aku benci mendengar suaranya ketika ia mendatangi-KU, dan apa yang ada di sisi-KU buruk untuknya.’
(Imam ja’far Ash Shadiq)


Seperti itulah bila Allah menyayangi hambanya, Allah akan mengujinya dengan cobaan seperti kesedihan, kesusahan, fitnah, kesepian, dan seterusnya. Tak lain adalah agar kita selalu memanggil-NYA, karena dia menyukai suara kita.. (mmm.. romantic). Yang penting kita jangan pernah menjadi merasa putus asa, memang berkata-kata jauh lebih mudah, tapi kita semua pasti percaya bahwa segala sesuatu Allah ciptakan berpasangan?. Ada siang maka ada malam, ada pagi ada pula petang. Maka ada saatnya nanti airmata duka berganti dengan airmata bahagia, walau tidak didunia maka ya diakhirat. Selama kita berTawakal pada-NYA.

DIA (mata Kesepian) part 2

DIA (mata Kesepian) part 2

08.50 am

Aku bingung.. aku bingung mengucapkannya dengan lisan, maka dengan tulisan mungkin akan membantu.


Hari ini dia bercerita tentang dirinya, walau belum seluruhnya, suaranya penuh dengan amarah dan putus asa. Di sela-sela kemarahannya, dia menceritakan hal-hal buruk yang ingin diperbuatnya. sampai di titik amarah dimana dia tak bisa membedakan benar dan salah. Menyebutkan hal-hal bodoh yang hanya akan merugikan dirinya sendiri (maklum dia lagi emosi). Honestly aku gak tau, Wallahualam, apa dia bener-benar akan menjadi seperti itu atau hanya Emosi, karena yang aku tahu hatinya lembut. Walau tak menutup kemungkinan, aku pernah mendengarkan penjelasan secara ilmiah tentang kecenderungan seperti ini. Amarah yang terlalu lama dipendam akan meledak hebat suatu hari. Kalo kata film ci orang seperti ini perlu mengikuti yang namanya ‘Anger Management’. Jadi ibarat air soda dalam botol. Bila di kocok kencang maka begitu tutup dibuka, buuuz! Soda akan meluap tak terkendali atau bahkan meledak dengan sendirinya krena ci botol tak sanggup menahan tekanan gas soda. Nah klo dalam anger management maka, kita harus melonggarkan secukupnya tutup botol tersebut, sehingga soda yang akan keluar tidak akan berlebih-lebihan, iaa ‘under control’ laah.


Walau begitu,, tak peduli suatu saat Dia Menjadi sosok yang tidak ku kenal, atau dirinya yang lain. Dia tetaplah Dia. Pandanganku tak akan berubah padanya. Aku tetap ingin jadi temannya..Persetan dengan apa kata orang! Mereka bukan siapa-siapa, mereka juga Cuma manusia yang diciptakan Tuhan, sama sepertiku Mereka juga punya kebusukan dan kemunafikan yang tidak dilihat orang, tapi Allah tahu. Jangan pedulikan persepsi mereka!! Selama kita tidak Menzalimi orang yang berada di jalan-NYA.


Tak peduli mereka tak memberi ruang ‘eksistensi’ atau tidak, tapi Allah? Allah gk pernah tidur! Untuk Mengawasi dan melindungi kita. Bagi mereka mungkin dia bukan apa-apa bukan siapa-siapa, hanya orang yang bisa diperlakukan seperti boneka. Tapi tidak bagi Allah!. Aku bersedia jadi tebusan bila pendapat ini keliru!

040909

040909

SEPI….


Hari ini aku merasa mereka (teman-teman) jauh dariku, ataukah aku yang menutup diri dari mereka? Mengapa hal ini selalu aku rasakan dari dulu? Apa aku yang salah? Lantas apa yang salah dari diriku? Aku belum menemukan cermin yang cukup jernih untuk berkaca atas diriku. Memang kita tak mungkin memaksakan mereka untuk mengerti diriku, dan ditemani saja sudah cukup. Aku tak mau dikasihani. Apa kerena zodiac ku Capricorn? Sosok karakter yang menyukai kesendirian serta kemandirian? Memang aku nyaman saat sendiri, dengan sendiri aku mengali banyak inspirasi, serta pemikiran baru, namun kesepian.


Manusia memang terlahir dan mati sendiri, namun mereka adalah mahluk sosial yang saling bertumpu pada yang lain, Tuhan mendesign’nya seperti itu, kita terlahir sendirian namun dengan perantara rahim Ibu, dan janin tak kan terbentuk bila tanpa inseminasi dengan sperma ayah. Semua saling membutuhkan, saling bertaut, ‘berputar’ layaknya lingkaran. Kita tak bisa sendiri.
Aku butuh teman-temanku untuk memenuhi keinginanku bersosialisasi, seperti dalam game The Sims, di sana ada kebutuhan bersosialisasi, atau aku bisa gila karena kesendirian.

My Faith

031009
My Faith

DiriMulah kekuatanku, penyanggaku
Penawar saat hati ini membiru teracuni dengki, Engkaulah yang menasihati dan melembutkan hatiku saat dendam melemahhkanku
Ya Allah, sering kali aku bertanya, dimana dirimu?
Tanpa kusadari bahwa Engkau selalu ada, hanya saja matakulah yang terpejam
Seringkali aku bertanya, Apakah kau masih menyayangiku seperti dulu?
Tanpa menyadari bahwa Penciptaan diriku, kesenangan, tawa, sedih serta hembusan nafasku adalah tanda kasih sayangmu

Ya Allah, seringkali aku merasa kehilangan diriMU, seringkali aku menjadi Kufur.
Tanpa kusadari, Iman yang engkau anugerahkan, memeluk kalbuku dengan erat.
Aku takkan berpaling darimu, aku ingin Engkau jadi hidup dan matiku

Ya Allah, aku merasa umurku sudah dekat…
Walau aku tahu engkau memiliki rencana yang indah atas semua takdirku,
namun izinkan aku hidup lebih lama lagi.. Tuk tuntaskan Hutang ku, padaMu dan pada mereka.
Karena aku tak mau bertemu dengan Engkau dalam keadaan Malu dan kecewa karena MelihatMu atau pun KekasihMu memalingkan wajahnya dariku.

02 October, 2009

02 October, 2009
Cipt. Ebiet G Ade

Bila masih mungkin kita menorehkan batin, Atas nama jiwa dan hati tulus ikhlas. Mumpung masih ada kesempatan buat kita mengumpulkan bekal perjalanan abadi. Kita mesti ingat tragedy yang memilukan, kenapa harus mereka yang pergi menghadap? tentu ada hikmah yang harus kita teguk, atas nama jiwa mari heningkan cipta

Kita mesti bersyukur, bahwa kita masih diberi waktu, entah sampai kapan tak ada yang bahkan dapat menghitung, hanya atas kasihNYA, hanya atas kehendakNYA kita masih bertemu matahari, kepada rumpun ilalang, kepada bintang gemintag, kita dapat mencoba meminjam catatannya.
Sampai kapankah gerangan? Waktu yang masih tersisa? semuanya menggeleng, semuanya terdiam, seuanya menjawab tak mengerti, yang terbaik hanyalah segeralah bersujud mumpung kita masih diberi waktu.

DIA (Mata Kesepian

DIA (Mata Kesepian)

Hari ini dia menyendiri lagi. Tampak sekali raut putus asa di wajahnya, meskipun begitu sebentar-sebentar dia melirik kearah ku, memergoki aku yang diam-diam menatapnya. Akhirnya aku putuskan untuk menghampirinya, sambil tersenyum kulemparkan pertanyaan basa-basi, namun tak banyak dia menanggapi. Tak seperti biasanya, sebelumnya dia selalu menimpali setiap pertanyaanku dengan penuh antusias, sejak kemarin dia lebih banyak diam, akupun diam seraya menerka-nerka, bening matanya memendam amarah entah sedalam apa di hatinya, membuatku sedih tapi tetap enggan beranjak darinya. Dia terdiam sedih persis seperti ‘Singa lapar yang jadi putus asa setelah kehilangan mangsa buruannya’. Memang apa yang dia ‘buru’?


Banyak yang mencemooh ‘dia aneh’, tapi bagiku tidak, pernah ada pula komentar buruk tentangnya hinggap di telingaku, tapi bagiku mereka keliru. “Anak aneh yang selalu menyendiri ditengah keramaian”, Cupu. Itu yang mereka bilang, tapi itu karena mereka tak mengerti, mereka tak tahu, karena mereka tak mau menerima dia apa adanya. Dan mereka tak merasakan. Dia itu kesepian, aku bisa melihatnya dari matanya, mata yang sama denganku. Ada yang mengatakan “Mata adalah Jendela Hati”, bagiku Mata Adalah Resonansi Jiwa, seperti halnya Tulisan. Namun masalah Hati, hanya Tuhan dan dia sendiri yang tahu. Seberapa banyak luka yang telah tertoreh disana? seberapa dalam luka itu? seberapa pilu yang dirasakannya? dan kita hanya bisa menerka.


Sekali lagi aku diam-diam menatap dirinya, ingin rasanya aku menghibur dan enyahkan kesedihannya dari matanya walau aku tak tahu bagaimana caranya. Merangkul Hatinya yang kelu. Dia pernah bercerita dulu, perihal keluarga dan masa lalunya yang suram, kesedihan karena merasa terbuang, merasa Tidak dihargai, di anggap Sampah. Sementara aku hanya mampu menyemangatinya dengan berkata “bersabarlah..”. Nasihat Basi untuk hatinya yang hampir mati, banyak orang yang berempati karena rasa kasihan. Tapi tidak! Dia tidaklah selemah itu. mereka memiliki ketegaran masing-masing dalam menopang lapuknya hati. Memiliki kekuatan luar biasa yang disokong dengan kesabaran yang kuat dalam menjalani kecutnya hidup. Berjalan dengan yakin akan menemukan terang, tak berputus asa terus tegap menanti airmata yang bermetamorfosa menjadi kebahagiaan. Mereka Tidak aneh, hanya kesepian, minder, memendam amarah atas luka hatinya, dan takut merasa kehilangan. Takut untuk memulai mencintai, Takut bila lingkungan kembali ‘membuangnya’. Mereka hanyalah korban, dari lingkungan atau orang tua yang juga menjadi korban dari orang tua atau lingkungannya. Seperti racun “Lingkaran Setan”, dimana penawarnya adalah Kasih sayang dan Keikhlasan.


Aku pergoki dia kembali melirik kearahku, berbeda dengan sebelumnya, kini sepasang mata dibalik kacamatanya sekarang nampak malu-malu, nampaknya dia telah memutuskan untuk memasang senyum dan kembali tegar, Aku telah menemukan kembali kelembutan di matanya. Akhirnya dia bersedia membuka dirinya sekali lagi dan membagi bebannya padaku. Aku rasa dia kembali mempercayaiku, dan aku begitu antusias dibuatnya.

Selasa, 06 Oktober 2009

Awal Oktober yang manis…

Awal Oktober yang manis…

Tampaknya kakiku melangkah 2 langkah lebih maju, atau keberuntungan yang sepuluh langkah mendekat pada ku. Aku tak tahu pasti, tapi yang pasti Allhamdullilah atas izinnya aku seperti ini.


Tanggal 29 adalah dicetuskannya kelulusan ku, dan aku berhasil lulus walau hanya dengan nilai B (ya.. daripada dapet C) walau Akhir September aku dibuat sering menangis oleh karena suatu alasan sentimentil, pada akhir September pula aku mencoba melangkah setengah langkah maju (sedikit sekali setengah kaki!!) aku ikut serta dalam Lomba ‘Menulis Cerpen Remaja 2009’. Tak terlalu berharap muluk, hanya aku ingin mencoba dan mengukur kemampuanku. Keputusan pemenang diumumkan pada akhir bula ini, nanti aku publikasikan, agar bisa meminta banyak masukan n penadapat dari teman teman semua.. ^_^

Beberapa belas orang telah direkrut kedalam INDIMO (Indie Music Organization), termasuk diantaranya aku, dan para anggota lainnya (yang tak dapat aku publikasikan sekarang). Dengan berpegang pada komitmen yang harus ditegakkan, ini adalah awal dari sebuah tanggung jawab. Masih ‘Gambler’ sih, tapi ini permulaan, maka wajar kalau kita harus bermula dengan jatuh, tersungkur, terjungkir, terbalik. Namun dengan peranan Temanku yang memiliki otak brilian selaku Art Director dan Team yang solid, dan pantang menyerah, Aku yakin kami bisa mengantisipasi berbagai kemungkinan.

Project awal kami adalah Acara Tahun Baru 2010, ini masih mentahan yang harus di’godok’ terlebih dulu. Semoga semua berjalan Lancar, seperti Tol Cipularang.. lancar Bebas hambatan.. hahaha

Kamis, 01 Oktober 2009

Lebaran: Shalat Ied, Sungkem dan Cookies Coklat

Lebaran: Shalat Ied, Sungkem dan Cookies Coklat

Semalah aku sudah Adus (mandi besar) jadi aku tak perlu mandi pagi hehehe, habis bandung bagiku sangat dingin, maka cukup sikat gigi, cuci muka dan wudhu saja maka aku sudah siap pergi shalat ied, bibiku berkali-kali mengingatkan jangan lupa bawa Koran untuk salat Ied, padahal aku sudah tahu tanpa perlu diingatkan, sejak di kamar, aku sudah menjawab ‘iya’ seraya memegang beberapa lembar koran, beberapa detik kemudian saat tiba di pintu depan rumah, bibiku kembali bertanya dari balik pagar “korana teu lupa kan”? hingga aku mendengus sebal sendiri.

Shaf’nya tak sebanyak dahulu, aku tak tau mengapa, biasanya seperti tahun lalu jemaah yang hadir bisa membludak hingga memenuhi jalanan aspal. Entah, aku tak yahu mengapa lebaran tahun ini sepi pengunjung??

Seusai salat Ied seperti biasa sebelum kami boleh menyentuh makanan lebaran seperti ketupat, atau kue-kue, harus sungkem dahulu, secara berurutan dimulai dari sungkem kepada orang yang paling tua atau dituakan hingga yang sejawat dan terakhir yang umurnya dibawah kita. Sebenarnya aku agak malas dengan tradisi ini, biasanya pada saat kita sungkem orang yang lebih tua akan mengucapkan ‘mantra sakti’ yang mana orang bandel skalipun akan menangis dibuatnya. Jujur aku malu, pabila orang melihat aku menangis. Rasanya harga diriku jatuh bererakan.

Selanjutnya kegiatan rutin kami mengunjungi sanak saudara, ah aku malas karena suatu alasan jadi memilih diam dirumah saja. Awalnya aku dimarahi karena keputusan itu, tapi karena aku bersikeras untuk TIDAK ikut, ya sudah mereka hanya mendengus sebal dengan tingkahku. Maaf, Aku punya alasan sendiri melakukan ini.


Sepi rasanya rumah, setelah seluruh keluarga pergi. Rasanya sama seperti rumahku di jakrta, ups salah deh bukan rumahku tapi rumah kakakku, namun kakaku sendiri beserta keluarganya sekarang berdomisili di Australia, dia berprofesi sebagai engineering. Sekarang Pukul enam petang, sementara mereka pergi sejak pukul 2 siang, namun hingga kini belum juga pulang, aku mulai merasa kesepian, akhirnya aku sms adikku, mengapa pulangnya lama sekali, dia menjawab nti pulangnya jam tujuh’an,
“uuh” desah ku koq jawabannya gak singkron sama pertanyaan yang diajukan.

Dari acara silahturahmi atas saudara ada yang menjadi favoritku yaitu saat mengunjungi rumah tanteku dari pihak nenek di Gegerkalong. kenapa? Karena dia pandai sekali memasak. Baik masakan berat ataupun kue-kue. Dan yang paling aku sukai adalah Cookies coklat, rasanya enak diantara rasa manis ada rasa gurih,, iaa pokonya enak de, berbeda dengan Cookies biasa. Jadi timbul sedikit penyesalan karena memilih untuk tidak ikut.
Ada rasa minder menderaku, saat aku bersua dengan mereka (sanak saudaraku), posisi ku sebagai anak yatim yang menumpang di keluarga bibiku hingga fakta bahwa aku hanyalah sebagai anak dari seorang istri kedua seringkali mematahkan kepercayaan diri, dan mengotori pikiran sehatku.

Tak jarang aku merasa diriku tak lebih dari sebuah parasit yang selalu menempel pada siapa saja yang dirasa sebagai inang, dan aku selalu membebani orang lain. Aku tau bahwa itu hanyalah pikiran picik semata, namun Trauma atas luka masa lalu bukanlah perkara mudah, perlu waktu seumur hidup mengobatinya. Padahal hanya setahun sekali aku merasakan Cookies coklat tersebut, sama halnya seperti halnya Lebaran hari ini, karena ke’picik’an, aku tidak dapat mengecap manisnya Cookies Coklat atau ‘manisnya’ silahturahmi, aku lupa akan kata-kata ku sebelumnya, ”Bukankah hari yang fitri ini harusnya kita hiasi dengan hati yang bersih, bebas dari pongah, deskriminasi, atau interpretasi negative atas orang lain”.

Maaf, aku janji tahun depan aku tidak akan seperti ini lagi. Aku akan lebih sabar dan berjiwa besar.

Menjelang LEBARAN (part2)

Menjelang LEBARAN (part2)

Aku dapat ‘amplop pertama’ dari teh tamy kakak sepupuku, hihihi isinya lumayan banyak untuk aku yang lagi ‘kangker’ stadium akhir, bagaimana tidak, uang terakhirku adalah yang kupakai sebagai ongkos naik bus pulang via lbk Bulus- bandung. Tapi seperti biasa aku bingung dengan uang itu, apa akan aku belikan baju? Ah aku tidak terlalu suka belanja, terlebih ini H minus 2, sudah pasti semua tempat belanja itu akan penuuuh sekali, aku heran dari mana ia mereka dapat uang banyak untuk bisa berbelanja gila-gilaan seperti itu? Atau beli buku aku memang membeli beberapa buku dan sebuah kamus, tapi nanti di Kwitang. Ya sudah aku simpan saja dulu sampai aku putuskan untuk apa uang itu nanti. Selanjutnya ‘amplop ke dua’, aku terima saat sedang membantu mama masak , kakak sepupuku yang lain datang memberiku THR, hihihi Alhamdullilah,
“ThanQ” ucapku sambil tersenyum nakal.


Lebaran memang terasa datar tanpa THR, apa karena kita sudah terbiasa dengan rutinitas demikian? Tiap lebaran datang maka harus ada baju baru, makanan banyak, kue-kue (ktanya buat tamu hingga kami tak boleh menyentuhnya), gorden baru, sarung bantal baru, iaa kalau pekara rumah bersih rapih, aku suka, walau kami (aku, adiku dan mama) harus kelelahan karenanya. Tak ada masalah yang begitu berarti untuk kami yang berasal dari keluarga menengah ke atas atas tradisi tersebut. Alhamdullilah rejeki kami selalu cukup, Namun bagaimana halnya dengan mereka yang keluarga pas pasan??


Pukul Empat sore, tenggorokanku terasa kering sekali, segelas air putih saja Nampak begitu sexy di mata ku, apalagi segelas es buah? Ooouwh.. Ah kupikir dari pada puasaku makruh, lebih baik diam di kamar sajalah nonton TV, ditempat itu ‘aman’ dari aroma-aroma dan pemandangan-pemandangan yang menggiurkan. Kumasuki kamar kaka sepupuku yang telah lebih dulu rampung di cat sebelum aku tiba dari jakarta, di dalam ada teh tami dan bibiku sedang berdiskusi serius, aku ambil duduk di belakang mereka lalu mulai menguping apa yang mereka sedang bicarakan.
”ini gaji harian mereka, ma2 sudah hitung dan catat mereka kerja sejak hari apa” itu ucapan pertama yang kudengar saat mulai menguping.
“lalu berapa kira—kira yang harus tami kasih Ma, apa lebih baik segini?” ucapnya. Seraya menunjukan tulisan yang tertera di buku. Aku sih tak bisa melihat berapa yang tertera di situ.
Bayaran yang dimaksud adalah bayaran untuk para ‘tukang’ yang mengecat rumah. Mereka berjumlah dua orang, mang wawan dan mang yanto. Aku terus menguping seraya memandangi ekspresi wajah dari tiap-tiap mereka.
“ya sudah kalau begitu bwat wawan 500ribu, dan yanto 400ribu, karena dia cuma berkerja 6 hari” ucap kakak sepupuku, dan bibiku mengaguk setuju.
Begitu miris dengan nominal uang yang diterima mereka, pekerjaan mereka itu kasar dan melelahkan. Aku membayangkan bagaimana jadinya apabila uang itu harus dibagi-bagi untuk beli baju baru, THR anaknya, beli kue-kue, masak-masak, ketupat, rending atau gulai , atau buat ongkos mudik, dan yang pasti hidup tak hanya pada hari lebaran saja masih ada hari selanjutnya. Dipikir-pikir lagi jumlah nominal ‘amplop’ yang kuterima jauh lebih besar dari itu. Sementara aku mendapatkannya tanpa harus menguras keringat seperti mereka. Aku sungguh beruntung, namun tak pernah mensyukuri itu semua. Terkadang kita semua lupa untuk melihat kebawah dengan rendah hati dan kesabaran, karena kita sibuk merasa congkak dan kurang atas diri kita.


Senja merah mulai berubah gelap, aku sudah siap-siap berbuka dan memilih menu apa yang akan aku santap, tapi ah! setelah dipikir-pikir minum saja cukup, lebih baik menunaikan shalat maghrib terlebih dulu, baru setelah itu makan, aku malu bila dianggap lupa berterimakasih oleh Tuhan ku.

Selera makanku hampir saja hilang saat menyimak berita kecelakaan yang kerap menimpa para pemudik, ada yang tergilas oleh roda truk, atau jatuh dari motor dengan kepala pecah. Naudzubillah. Atau tema lain yang tak kalah teruk, seperti pembagian zakat yang memakan korban, atau kasus-kasus pencurian yang kerap terjadi menjelang hari lebaran. Abu-abu rasanya, apa artinya bulan puasa dan hari kemenangan bila diwarnai dengan insiden-insiden begini? Apa harga sebuah nyawa sebanding dengan harga ritual Tradisi mudik? Apa rasa bangga memiliki baju baru, gorden dan sarung bantal baru, sebanding dengan masuk bui? Apakah niat halal bihalal, atau bersilah turahmi antar saudara itu harus dibarengi dengan perasaan Riya akan sandang yang melekat?? Bukankah di hari yang fitri ini harusnya kita hiasi dengan hati yang bersih, bebas dari pongah, deskriminasi, atau interpretasi negative atas orang lain. Rasanya banyak koq orang yang menyadari relita ini namun mereka seolah menutup mata akan fakta, dengan berasumsikan kata ‘Tradisi’.

Menjelang Lebaran (part 1)

Menjelang Lebaran (part 1)

Tiga hari menjelang lebaran aku mudik ke bandung, saat itu suasana kondusif dan belum menunjukan adanya tanda-tanda lonjakan pemudik, jalanan pun lancar tanpa hambatan, dan dalam pikiranku saat itu adalah aku akan bertemu dengan keluargaku dan….siap siaga melahap banyak makanan (perbaikan gizi) hahaha….


Adzan azhar berkumandang tepat saat aku berjalan di komplek yang telah lama aku kenal, disinilah tempat aku dibesarkan, jalan yang lebarnya kurang lebih 5 meter, dengan rumah-rumah terbilang besar, beberapa malah berkesan mewah dan mencolok sendiri dengan gaya mediterania dalam arsitekturnya, karena rumah-rumah disini rata rata berarsitektur antik ,iaa rumah orang jadul lah, tapi dengan banyak renovasi, tapi antik nya masih tetap tertinggal. Didepan setiap rumah ada got kecil fungsinya untuk aliran air hujan, aku jadi ingat dulu di sekolah dasar, acapkali bermain-main disitu, menangkap ‘keuyeup’ (kepiting kecil), kecebong, ikan impun (sejenis teri), atau berburu belut, saat itu lebih menenangkan daripada bermain boneka, atau tidur siank. Teman semasa kecilku semuanya laki-laki, diantaranya bernama Irwan, bocah dengan pipi chubby berambut keriting seperti domba, sehingga kami sering menjulukinya Domba galing, kami sering digosipkan pacaran (huu padahal pacaran itu apa juga belum ngerti).


Tak jauh dari ‘lokasi got’ yang menggodaku bernostalgia. Nampaklah sebuah rumah dengan pagar tinggi berwarna coklat tua, dengan tembok berwarna mocca, di sudut kirinya terdapat lampu taman berbentuk bulat putih seperti bulan, dikelilingi oleh tanaman bunga melati yang lebat, dilengkapi tanaman bunga mawar di tengah-tengah taman yang tampak gundul pengaruh kemarau mungkin, disudut-sudut terdapat onggokan besar tanaman lidah buaya, Halaman yang cukup lapan dengan hamparan rumpu hijau segar, lalu teras dengan tiga buah kursi antik dilengkapi bantalan duduk berwarna merah marun, juga meja kaca antik. Terakhir yang tak kalah mencolok dibandingkan dengan yang lainnya adalah plang putih besar bertuliskan NOTARIS & P.P.A.T, DELINA UTAMI SH. Aku menarik selot pagar besi berwana coklat tua tersebut, lalu menggesernya beberapa puluh centi agar aku bisa leluasa masuk, melangkah lah aku perlahan menuju pintu ruang tamu yang ternyata terbuka, isinya berantakan, nampaknya sedang direnovasi, karena terlihat beberapa kaleng cat di sudut ruang tersebut.
“Assalamualaikum” ucapku seraya menyeloroh masuk,
“Waalaikum Salam..” suara yang sangat kukenal menyahutku, Mama keluar dari kamar seraya melongok penasaran akan pemilik salam tadi, mata dan romannya sontak berubah melihatku.
“N’cuy…!? Eleuuh,, kamana wae baru datang ayeuna!” entah itu seruan atau luapan kangen yang pasti dia sontak menghambur kearahku dan memelukku, aku pun mencium tangannya. Selajutnya, seperti biasalah pertanyaan basa-basi. Di bandung aku tinggal bersama ibu tiriku, satu adik laki2, kakak sepupu perempuanku (dia lah yang berprofesi sebagai Notaris) kami semua tinggal di rumah bibiku. Selanjutnya Aku bercerita panjang lebar tentang kuliah, sidangku, keadaan rumah di Jakarta hingga pada penghuni2 halus yang ada disana pada mereka, waah, baru saja datang sudah diserbu dengan berbagai macam pertanyaan oleh mereka yang rasanya juga gemas bila tidak langsung aku jawab hehehe.


Saat itu jam menunjukan pukul 2 dini hari, aku tak bisa memejamkan mata, dan rasanya tanggung mau tidur, dua jam lagi waktunya sahur, aku tatap lekat-lekat dinding tembok yang dilapisi kayu jati ruang keluargaku, aku tidak tidur di kamar, biasanya dikamar, namun sekarang kamarkamar sedang direnov dan di cat ulang, sehingga sementara kami mengungsi ada yang ke kamar tamu, atau tidur di ruang tengah (keluarga). Di tengah-tengah ruangan ini terdapat lampu gantung antuk berukuran besar, dulu merasa takut bila berada dibawahnya, ngeri lampu tersebut putus dan menimpaku, lalu kepalaku bocor dan aku mati ha3. Sekarang biasa saja, malah seolah lampu itu berkata, dan menjadi subjek terakhir yang menyapa n menyambut kedatanganku dari Jakarta, seolah ia berkata, kamu sudah besar nu? Dulu kamu kecil, hitam, dan jelek. Jadi teringat, dulu sempat ada Lini seusai magrib dan lampu rumah bergoyang kencang, orang2 ketakutan siap-siap lari keluar, sementara aku malah berhambur ke kamar untuk solat minta taubat karena kupikir tadi itu akan kiamat. Berjanji tidak nakal lagi, Sementara besoknya lupa, dan kembali nakal lagi.

160909

Berhentilah meneror, berhenti memojokan aku dengan interpretasi buruk kalian.
Bukankah Kalian gak tau apa2??
ini bulan puasa, tak bisakah kalian hadir dlm kabar yang lembut di telinga?
Aku diam bukan berarti tunduk, aku diam tak berarti takut,
Aku diam karena ke’arifan yang menuntutku seperti itu,
Kesabaran ini bukan karena ketidakberdayaan.
Tapi kerena kewajiban menjaga ILAH atas semua

Love at First Sight (part1)

Aku mengingat-ingat kembali pesan yang disampaikan oleh bapak tukang ojek yang sebelumnya mengantarku kemari dengan upah 5000 sesuai yg disepakati, dia tampak berterimakasih sekali menerima uang itu, aku jadi iba melihatnya, rasanya ingin aku beri lebih dari itu, karena tampaknya dia adalah orang yang baik, dia juga memberiku petunjuk arah jalan pulang menuju terminal busway. Dia menyuruhku naik angkot berwarna biru, setelah itu aku turun di perempatan lalu jalan sedikit sampailah ke halte busway Rawa buaya.
sambil menghela nafas panjang, mencoba terus semangat karena memang beginilah perjuangan utk merampungkan Tugas akhir, Dosen dimana pun dikejar, asal Tugas akhir rampung.


Ternyata Harus transit dahulu di grogol sebelum akhirnya aku bisa naik busway tujuan lebak bulus, dulu yang aku tahu bus tujuan lb Bullls itu selalu penuh sesak dan kita pasti tidak akan dapat tempat duduk. Saat menunggu di halte grogol, takdir mempertemukanku dengan seorang eksmud tampan, umurnya mungkin 25 tahun’an, tinggi badanya sedang, rambut pendek ikal, mengenakan kemeja merah marun dilengkapi rompi wol berwarna merah marun pula, hmmm tampan sekali, bibirnya merah delima, kulitnya putih.

Pria tersebut belum menyadari bahwa sedari awal dia datang tadi aku memandanginya. Tepat seperti dugaan ku sebelumnya, perlu Kira-kira setengah jam hingga bus tujuan lebak bulus pun datang, dengan berdesak desakan, akhirnya aku mendapatkan tempat berdiri dengan tangan menggantung, padahal aku lebih suka berdiri di pojok, dekat pintu karena disana terdapat palang besi yang bisa dijadikan sandaran atau pegangan yang lebih nyaman, walau sebenarnya buat aku tidak masalah berdiri berapa lama pun, sebab duduk pun tidak nyaman rasanya, bukan karena tempat duduknya atau karena penumpang di sisi kanan dan kiri ku, tapi aku merasa tidak nyaman apabila harus duduk-duduk tenang sementara ada orang lain yang berdiri, contoh ibu-ibu, duuh aku seringkali merasa seandainya itu adalah ibuku aku takkan tega membiarkan dia berdiri lama-lama seperti itu. Diam – diam aku melirik kembali pria tampan tadi diantara kerumunan penumpang yang lain. Matanya bulat dengan bulu mata yang lentik, aaah Subhannallah tampannya.

Setengah jam. Akhirnya aku dapat kursi kosong dan begitu pula dengan pria tadi, kami pun duduk saling berhadapan, saling bertukar pandang dalam jarak yang lebih dekat dari sebelumnya, meski dia mengalihkan pandangannya dari mataku, namun kemudian seringkali aku memergokinya sedang memandang balik kearahku (aaah senangnya!) tapi aku tak boleh geer dulu, bisa saja hal itu terjadi karena kami duduk saling berhadapan itu saja. Posisi duduknya Nampak tak tenang, entah mengapa, dia tidak menyandarkan bahunya, sementara sandarannya cukup lapang untuk itu.

Sesaat bus berhenti dia tiap halte, beberapa penumpang naik ada dua orang laki-laki dan satu orang wanita paruh baya bertubuh gempal, baru aku ingin menawarkan tempat dudukku pada wanita tersebut, namun niatku terdahului oleh lelaki tadi, dia dengan sukarela seraya tersenyum ramah menawarkan kursinya, lalu melangkah perlahan kembali ke posisinya awal di pojok busway. Semakin besar ‘daya magnet’ pria ini di diriku, meski jarak kami tak sedekat tadi, ternyata dia masih seringkali mencuri-curi pandang dariku. Jam saat itu hampir pukul 16.00, busway yang kutumpangi sudah mulai lenggang, semua penumpang tak ada yang berdiri, semua duduk kecuali dia, kami masih saling mencuri-curi pandang, hingga akhirnya dia tertunduk lalu pelan-pelan mengeluarkan muhsafnya (AL-Quran kecil) dan mulai membacanya, aku tersenyum kagum melihatnya, seorang pria tampan dan sholeh juga, waaw siapa yang tidak mau? dan berharap seandainya saja jodohku adalah orang yang sholeh seperti dia.

“Seorang pangeran tampan dalam Aura wibawa seorang imam, yang akan menggandeng tanganku lembut, menuntunku, menemaniku di sisa umurku berjalan menyusuri jalan menuju keridhaanNYA”.


Kukira kami satu tujuan, yaitu halte lebakbulus, ternyata tidak, dia turun lebih awal di halte tanah kusir, sayang sekali pikirku, padahal aku ingin bersamanya lebih lama, tahu namanya saja tidak, tinggal dimana? kerja dimana? Umur berapa?, apakah masih single? aku tak tahu, apa kami akan bertemu lagi?
Wallahualam,
yang aku tahu hanyalah dia mencuri hatiku sejak pandangan pertama, dan yang terakhir aku tahu, dia akan ada di halte Grogol menunggu busway tujuan lebak bulus.