Senin, 06 September 2010

me & Beauty's Halal Shop: Sabun SUSU Kambing

me & Beauty's Halal Shop: Sabun SUSU Kambing: "SABUN SUSU AINUL HAYAT (Shanen, halib, Turin)

Sabun Susu Ainul Hayat adalah sabun kesehatan dan kecantikan. Sabun susu ainul haya..."

Sabun SUSU Kambing






SABUN SUSU AINUL HAYAT (Shanen, halib, Turin)

Sabun Susu Ainul Hayat adalah sabun kesehatan dan kecantikan. Sabun susu ainul hayat merupakan hasil penelitian para ahli lebih dari 3 tahun. Bahan yang terkandung dalam sabun susu Ainul Hayat adalah inti sari susu jenis Anglonubian yang berasal dari daratan Asia Tengah dan Eropa Barat. Telah teruji klinik bahwa Sabun Susu Ainul Hayat banyak mengandung Anti Septik yang alami dengan daya kerja sangat kuat di antaranya dapat membunuh / mencegah kuman / bakteri gram (+/-) dan dapat sebagai pembersih pada bekas luka.

Selain fungsi di atas, Sabun Susu Ainul Hayat dapat digunakan untuk mandi susu yang alami, karena kandungan bahannya dapat merangsang penggantian sel-sel kulit yang sudah mati dan dapat memutihkan kulit serta mengencangkan / meremajakan kulit.

Sabun Susu Ainul Hayat dengan Extract Milk yang alami dapat mengatasi kondisi kulit yang sensitif dan bermasalah.

Penggunaan kadar pH yang seimbang sehingga sesuai untuk kondisi kulit apapun.

Bahan utama :- Milk Anglonubian Extract- Oil Anglonubian- Bahan-bahan sabun berkualitas


Indikasi (kegunaan) :

1. Menghilangkan noda hitam (flek-flek) hitam

2. Menghilangkan jerawat

3. Pelindung kulit dari kuman/bakteri

4. Pelindung kulit dari sinar matahari / ultraviolet

5. Menghilangkan kerutan-kerutan di daerah mata (wajah)

6. Mengencangkan kulit wajah, memperbaharui sel kulit yang rusak akibat kecelakaan.

7. Memutihkan kulit

8. Khusus wanita, dapat mengatasi masalah strech mark pasca melahirkan

9. Meremajakan kulit, dll


Cara pemakaian :

1. Basuhlah kulit dengan air dingin

2. Usaplah secara merata pada seluruh kulit

3. Diamkan kurang lebih 1 menit

4. Basuhlah dengan air dingin seluruh kulit. 


♥ HALIB MILK SOAP ♥

Berat : 85 gr
Harga : Rp 35.000,-
Beli 3 dpt harga Rp 30.000,-/sabun


♥ SHANEN SOAP Extract MILK SOAP with SCRUB/non scurb ♥
Berat : 100 gr
Harga : Rp 55.000,-
Beli 3 dpt harga Rp 50.000,-/sabun

TURIN SOAP Extract MILK SOAP♥
berat 30gr
harga : Rp. 20.000,-
beli 3 dpt harga 17.000,-

YANU 083896100011
♥♥ happy shopping ♥ ♥

Minggu, 05 September 2010

Menari Bersama Gerimis

hari ini, udara dingin..
matahari blm muncul, mensiratkan hangatnya..
aq jadi inget, aq py cerita, terinspirasi oleh pagi yang berawan sendu.. cekidoot, nanti komen yah, bagus atau tidak.. :)


Menari Bersama Gerimis


Hari ini adalah awal musim penghujan, setiap harinya hujan turun dalam kurun waktu lama baik pagi, siang atau sore dan malam. Atau sekedar gerimis
“uhuk.. uhuuk!” wanita baya itu terbatuk.
“nenek jangan paksakan diri. pagi ini gerimis nek” ujar Euis. Cucu satu-satunya itu, nampak khawatir sekali dengan keadaannya.
“uhuk! Tak apa nak, nenek akan baik-baik saja”
“Euis juga bisa berjualan nek, biar Euis saja yang menjual kue, keliling-keliling, Euis bisa kok nek”
Wanita baya itu tersenyum, namun tangannya tetap sibuk menyiapkan kue-kue dan gorengan daganganya dalam nampan nyiru.
“kamu sekolah saja yang benar nak.”
“iya nek, kemarin saja ulanganku dapat Sembilan, besok-besok aku akan membuat nilainya sepuluh biar Nenek senang” celotehnya lugu
“Euis ingin jadi perawat nek, kalau bisa malah jadi dokter, biar bisa merawat nenek” tambahnya lagi.
Si Wanita tua itu terharu, kedua matanya berkaca-kaca mendengarnya. Dengan penuh kasih sayang dia mengecup kening dan pipi cucunya itu. Seraya mendekapnya. Dan berkata
“Amin cucuku, Insya Allah”
Dia seorang penjual jamu gendong sebenarnya, namun tuntutan ekonomi memaksa dia berupaya lebih dari itu, maka jadilah dia menyambi berjualan Kue-kue basah dan gorengan keliling. Seperti biasa dia mulai berjualan sejak pukul setengah enam pagi.
“jamuu… jamuu.. kue basah, gorengan anget…” begitu yang dia teriakan. Meski seringkali diselangi batuk-batuk.



Perlahan wanita baya, memasuki sebuah komplek elit, biasanya di komplek elit begitu yang membelinya hanya para mbok-mboknya saja. Tapi lumayan lah yang penting ada yang beli.
“uhuk!. Jamuuu mbak…?!, Kunyit asem?” tanyanya, saat melewati sebuah rumah, yang pekarangannya sedang disapu oleh mbaknya.
“boleh bu. Kunyit asamnya, pakai sirih sedikit yah” jawab mbak itu.
“sekalian neng, gorengannya? Atau kuenya, masih anget tho neng”
“boleh deh, bakwannya aza bu dua”


Hari makin siang namun, langit tetap muram mendung, diselangi gerimis dan hujan kecil sekali dua kali turun. Cuaca dingin seperti ini, pas untuk bermalas-malasan diatas kasur dan tidur berselimut.


10 tahun yang lalu

“apa kamu tak mau bekerja di sini saja tho? Masih banyak keluarga yang perlu tenaga pembantu di negri kita. Tak perlu harus ke luar negri” seloroh wanita baya itu. Menasehati anaknya Lasmi yang masih ranum berumur 18 tahun.
“tapi tak ada yang gajinya besar bu seperti di luar negri” jawab Lasmi.
“kata bu Bahrun, kerja disana kita dibayar satu juta perbulannya” tambah Lasmi lagi. Berusaha meyakinkan ibunya agar mau merestuinya untuk pergi bekerja menjadi TKW. Ibunya tetap berkeberatan anak semata wayangnya pergi menjadi TKW, dia masih ingat berita yang dia pernah liat di televisi yang ada dibalai desa. “para TKW banyak yang kembali ke tanah air dalam Kondisi memprihatinkan, ada yang cacatlah karena disiksa majikan atau bahkan meninggal’. Wanita baya itu masih tetap khawatir anaknya ikut jadi korban. Tapi apa mau dikata anaknya Lasmi itu bila sudah berkeinginan, keras kepala bagai batu. Dia tetap berisikeras pergi menjadi TKW.

tiga tahun berlalu. Lasmi, akhirnya pulang. Alangkah terkejutnya ibunya, taktakala melihat perubahan dalam diri Lasmi, dia kembali dengan baju serba ketat, lagi seronok. Wajah tebal oleh bedak, dan make up. Lasmi yang dulu santun berubah temperamental, uring-ringan dan seringkali menghardik ibunya, bahkan memukulnya. Terbiasa merokok dan bicaranya sering tak diatur. Sering kali pergi dan pulang malam dengan membawa laki-laki yang berbeda-beda dengan tubuh berlumur alkohol. Ibunya berulang kali Menegur dan menasihati, namun Lasmi malah berbalik memakinya.
tak kurun lama diperhatikannya tubuh anaknya itu, semakin melebar, perutnya semakin membuncit, ibunya mulai menaruh curiga. Namun dia tak berani bertanya, tiga bulan kemudian tanda-tanda kehamilan itu semakin jelas. Para tetangga mulai mengunjingkannya. Kata mereka ‘Lasmi ke luar negri jadi pelacur, pulang-pulang bunting!’. Atau ‘si Lasmi melacur di warung remang-remang’. Dan seterusnya.

Ibunya tak tahan dengan dengan itu semua dan menanyakan langsung pada anaknya itu, memaksa dia mengakui kehamilannya. Lasmi akhirnya cuma bisa menangis segukan, mendadak dia gelap mata dan mengambil sebilah pisau dapur hendak menghabisi nyawanya sendiri. Ibunya mati-matian mencegah.
“Bunuh diri itu dosa Lasmi!!”
“Aku ini manusia hina bu! Aku tak mau hidup lagi!!, selamanya aku akan jadi aib disini!” jerit Lasmi.
Akhirnya Lasmi menceritakan pada ibunya, apa yang terjadi selama dia menjadi TKW. Bu Bahrun ternyata menipunya. Dia menjual Lasmi pada sindikat penjualan perempuan. Ditempat, tak lain lokalisasi, dia dipaksa melayani para tamu laki-laki yang datang. Awalnya di Balik papan, kemudian pindah ke TembagaPura. Hingga akhirnya dia dijual pada seorang laki-laki asing, yang menjadikannya istri kontrak, namun laki-laki bejad tersebut setiap hari memukulinya, dan memaksanya untuk melacurkan diri. Sudah tak terhitung berapa lelaki yang telah tidur dengannya. Sekarang dia hamil pun tak jelas dia tahu siapa ayahnya.

Wanita baya itu menjerit pilu. Andai kata saja waktu dapat diputar, andaikan dia mengikuti firasatnya, Andai dia akan mati-matian mencegah kepergian anaknya. Namun apa daya Nasi telah menjadi bubur.




***
“Uhuk.. uhuk! Uhuoek!” Wanita baya itu merasakan kembali sakit menusuk dadanya. Diantara Gerimis wajah cucunya Euis berkelebat di pikirannya. Tadi pagi dia berkata ingin menjadi seorang Perawat. Katanya. Bayangan itu menggodanya menyunggingkan senyum. Setelah ibunya Lasmi meninggal bunuh diri setelah melahirkan Euis, nenek itulah yang merawat dan mendidiknya sejak lahir.
“Euis ingin jadi perawat nek, kalau bisa malah jadi dokter, biar bisa merawat nenek” dia kembali tersenyum dan matanya berkaca-kaca, dia ingat dua bulan lagi cucunya itu akan masuk Sekolah Menengah Pertama. Itu butuh biaya yang tidak sedikit. Dia lantas melirik Kue-kue dan gorengannya. Masih belum laku banyak. Tertumpuk dan menjadi dingin.

Dia menghela napas panjang. Lalu kembali berjalan.
“Jamuuu…. Jamunya mbak, kunyit asem”
“kuee, gorengaan anget…”
Suaranya lamat terdengar parau, bersatu dengan gemericik gerimis pagi itu, Sedih, harapan, kegelisahan dan ketabahan beresonansi dalam suaranya, bergetar, seolah bernyanyi bersama dalam Rinai gerimis.

Sabtu, 04 September 2010

Sendiri

begitu kerasnya hatinya..
atau aq yg keras kepala?

aq tak punya tempat untuk berbagi dgn siapapun..
rahasia, semua aq pendam sediri, sekarang dia lantang memakiku depan semua orang..
menguliti harga diri..
aq cm bisa diam..

kemana perasaan cinta itu?
kmn cinta yg bisa meredam semua ego?
aq istrimu.. bukan musuhmu..
aq istrimu.. yg memilih menusukan belati dileherku daripada harus menusukmu..

elegi Dua Dunia

impian ku..

aq ingin mendapatkan seorang adam yang mampu mengisi kekuranganku, adam yang membuatku merasa nyaman disisinya.. mengajariku banyak hal..


Tuhan lebih tahu apa yang dibutuhkan oleh setiap hambanya...

Kini aq bersamanya, seseorang adam, seorang manusia yang tak sempurna, at least tak sesempurna impianku, dia tak setegar Nabi Ayub, tak setampan Nabi Yusuf, tak pula sekaya Nabi Sulaiman.. dia hanyalah manusia biasa, sama sepertiku.. yang berusaha sebaik mungkn untuk menafkahiku, membahagiakanku, melindungiku.
meski seringkali aq mengeluhkan semua sikap buruknya, atau terkadang aku menangis karena kecewa, berulang kali harus kukubur impianku dan menggantinya dengan rasa sabar.

Di matanya pun aq bukanlah wanita sesoleh Khadijah, ataupun secantik Zulaikha.. aku hanyalah timah hitam, bukan mutiara, mungkin tak tahu diri bila aku bermimpi begitu tinggi.


Lagi-lagi aq bertengkar dengannya..
akibat ketidak puasanku, dan ketidak puasannya.

EKSISTENSI

EKSISTENSI

Apa hanya perasaanku saja? Rasanya, satu persatu teman-temanku menjauhiku. Tanpa aku pahami mengapa. Tapi jelas itulah yang selalu kurasakan. Awalnya semua begitu ceria dan menyenangkan. Banyak teman yang kumiliki dari yang cantik rupawan, berbadan kurus atau tambun, pandai hingga biasa saja. Namun pada akhirnya aku tetap akan memutuskan hubungan pertemananku dengan mereka, atau merekalah yang meninggalkanku. Sedari kecil baik di Sekolah Dasar, SMP, SMA, dan sekarang di bangku kuliah juga? Kenapa? Aku juga tak tahu.
Maka Bila mereka yang ‘tak eksis’, apakah itu berarti dia pecundang? Atau manusia gagal? Apa eksistensi bisa didapat bila kita memiiki banyak teman? Bila banyak orang yang tunduk pada kita, riuh orang mengenal kita? Maka itulah manusia yang’eksis’?. Dan apakah eksistensi mampu menjadi tolak ukur dari seberapa bermanfaatnya seseorang bagi orang lain?
pernah kubaca dari buku. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat.

Apakah yang kurasakan dari mereka. sama seperti apa yang akan aku rasakan dari TUHAN?
Atau jangan-jangan sama seperti dimata mereka. Eksistensiku dimata TUHAN juga ‘NOL’?
Terlalu bayak pertanyaan di kepalaku, yang mana aku sendiri takut untuk tahu jawabannya


Aku trauma. Dulu sekali. Orang yang bukan ibuku meski masih satu pertalian keuarga. Namun aku anggap sebagai ibuku sendiri. Melontarkan pernyataan yang sangat jujur dan sangat menyakitkan.
Dia bilang aku tak lebih dari seorang anak yang tidak diinginkan, yang bisanya Cuma menyusahkan saja. Begitu dia bilang berulang kali, setiap hari. Mungkin itu sepele namun impactnya besar. Aku selalu minder dan paranoid, merasa semua orang mengatakan hal yang serupa. Di belakangku. Sekarang aku tinggal sendiri, kos di kota Jakarta.

***

“Sumbangannya mbak? Ini untuk panti asuhan Yatim Piatu” seloroh seorang gadis. Seraya menyodorkan kertas. Begitu aku buka pintu kamar kosku. Entah apa isi tulisannya mungkin surat keterangan yang menyatakan bahwa panti asuhan tersebut, nyata bukan fiktif. Ah sudahlah aku tak perduli, kenapa harus banyak berpikir sih bila mau menolong. Kukeluarkan lembaran uang pecahan sepuluh ribu sebanyak empat lembar, lalu kuserahkan padanya. Gadis itu membuatkanku sebuah kwitansi, lalu tersenyum seraya mengucapkan terimakasih. Dia juga mendoakanku, semoga sukses dan dapat jodoh katanya.
Sebenarnya uang tadi adalah jatahku minggu ini, kosong sudah dompetku, hanya tersisa uang-uang receh saja . Dihitung-hitung nominalnya enam ribu. Maka malam ini aku tidak makan, besok makan satu kali, hingga tiga hari kedepan. Cukup kok, Bisa makan mie instan atau beli lauk orek-orek dari Warung Nasi. Nasinya masak sendiri.


Mungkin aku tak eksis dimata teman-temanku. Mereka mencari Eksistensi ‘semu’ dengan Hedonisme, contohnya Facebook, fashion dan sebagainya. Aku yang kolot dan konservatif pastinya membosankan bagi mereka. Aku tak tahu gossip-gosip terbaru, atau fashion terbaru. Meski masalah ini tak hanya aku saja yang rasakan. Namun aku enggan bila harus tak eksis di hadapan Tuhan-ku. Disini beragam hal aku lakukan dengan harapan aku akan dapat eksis di mata Tuhan.

“Kaka.. jangan melamun, ayo ajari aku selanjutnya bagaimana kak?” rengek Pipit mengaburkan lamunanku. Sesaat setelah peminta sumbangan itu berlalu. Pipit adalah salah satu anak dari tetanggaku. Baru lima tahun. Dia seringkali datang kerumahku, untuk sekedar minta diajari menggambar, membuat origami atau minta dijajani. Siang tadi begitu aku datang. Pipit ternyata sudah sengaja menunggu di depan pintu.

Kepalaku terasa berat sekali, pusing sekali lebih sakit dari biasanya. Tapi kutahan-tahan saja. Aku terus mengajari Gadis kecil ini tahap-tahap membuat origami kodok. Betapa sumringahnya saat berhasil menyelesaikan origami buatannya. Pipit tersenyum lebar gigi-giginya yang putih berderet rapih. Betapa polosnya dia, gemas, ku cubit lembut pipinya.

***

Hari ini badanku tak enak, sementara aku ada janji dengan temanku anak broadcasting. Sore ini harus menyerahkan naskah scenario buatanku padanya. Motor kupacu perlahan melintas jalan raya, matahari memerah. Pening di kepalaku kembali terasa, lama-lama menjadi nyeri yang tak tertahankan. Seketika pandanganku mulai samar berkunang-kunang, kepalaku sakit sekali, tengkuk belakang kepalaku serasa di timpuk oleh beban berat. Pandangan seolah berputarputar. Semua gelap. Hanya lamat terdengar bunyi klakson menjerit.
***

Sebuah Bendera kuning terpancang di sela besi pagar, melambai tertiup angin malam, disela-selanya lamat terdengar alunan ritih pilu, tangisan yang menyayat kalbu. Sebagian orang menggunakan pakaian hitam, sebagian lagi hanya mengunakan pakaian dengan warna gelap. Sisanya khusuk membaca surah Yasin.
Ibu menangis, baru kali ini aku melihat dia meratap begitu pilu, biasanya dia bersikap seolah tidak perduli padaku, tidak pernah menanyakan keadaanku, menanyakan perihal kuliahku, apa yang kulakukan, ada dimana, apakah aku sehat-sehat saja dan sebagainya. Aku memang jarang sekali bertemu dengannya, sejak kecil aku ikut ayahku dan tinggal dengan ibu tiriku, Mama Wanda. Ayah wafat saat aku berumur 10 tahun. Aku diurus oleh ibu tiriku. Sementara dia, meski ibu kandungku, tapi tak pernah datang mencariku sama sekali. Aku tak tahu kenapa.

Ada perasaan menang muncul di hatiku, menyaksikan dirinya menagis seperti itu. Aku jadi teringat kakak iparku sempat menginterupsiku begini.
“Kenapa kau tak pernah mau menemui ibumu sendiri? Bagaimana bila ibu sudah tidak berumur lagi besok? Umur siapa yang tahu!”. Begitu yang dikatakannya. Pernyataan yang seharusnya, dan tepatnya dilontarkan untuk ibu kandungku.
bagaimana bila sebaliknya aku yang tak berumur? Umur siapa yang tahu. Dan sekali lagi aku merasa puas dan menang.

Aku terus masuk kedalam ruangan, tak ada yang memperhatikanku, barang seorang pun. Aku lihat di pojok kiri teman-temanku, Mia, Rina, Flo, Geri. Lalu di samping mereka teman-teman laki-lakiku, Anggi, Darmansyah, Ian, Bagus, Achmed dan banyak lagi ternyata sampai banyak teman-teman kampusku hingga dari fakultas lain, semua hadir. Mata mereka sembab, pipi mereka basah. Aku senang melihatnya, akhirnya aku menyaksikan ada orang yang meneteskan air matanya untukku. Kupikir mereka sudah melupakan aku dan membenciku. Aku senang sekali.


Sebuah mobil Toyota vios hitam, menepi di depan rumahku, aku melayang perlahan melongok penasaran siapa yang datang. Seorang Laki-laki paruh baya turun, bersama seorang wanita cantik berambut panjang hitam dibalik selendang hitam tipis, mereka mengenakan pakaian hitam-hitam. Ibu tiriku menyambutnya. Aku kenal Laki-laki paruh baya itu, aku ingat pernah berbicara dengannya sekali, untuk yang pertama dan terakhir yaitu di UGD rumah sakit. Namun yang wanita aku tak tahu. Wanita itu nampak memperkenalkan diri pada ibuku dan berbicara sesuatu, entah apa yang mereka bicarakan. Aku mendekat dan Melayang tepat disamping mereka.
“Saya tak tahu harus mengatakan apa lagi, beribu terimakasih tidak cukup bu” ucap wanita itu seraya terus menciumi tangan ibu tiriku. Kemudian Dokter laki-laki itu menengahi
“Anak ibu sebelum meninggal mengamanatkan pada saya untuk membantunya mendonorkan organ tubuhnya. Eliana berpesan bila dia ternyata tak bisa bertahan lagi, maka dia akan ikhlaskan tubuhnya untuk didonorkan pada siapapun yang membutuhkannya. Kebetulan kakak dari ibu Sukma ini sedang membutuhkan donor ginjal untuk adiknya.” Begitu dokter itu dengan teratur menjelaskan. Mendengar penjelasan Dokter tadi, meledaklah lagi tangisan. Kedua ibuku baik ibu tiri ataupun ibu kandungku keduanya menangis lebih keras dari sebelumnya. Semua yang mendengar kembali menagis terharu, beberapa temanku memuji-muji ku, mereka bilang mereka menyukaiku, karena aku orang yang lurus dan baik, juga tidak pelit dan jarang marah. Meski sangat pendiam, sehingga sulit untuk ditebak jalan pikirannya. Begitu kata mereka

Eliana Elfira W Binti Wiratmo Agus. Lahir 19 desember 1987. Wafat 8 November 2009. Begitu yang tertulis di Papan kayu nisanku. Ibu dan teman-temanku menabur bunga bermacam warna diatas makamku. Dan aku perhatikan jumlah orang yang melayat lebih banyak dari kemarin malam, semua teman kampusku datang, baik yang ku kenal dekat dan yang tak kukenal dekat. Semuanya datang dan berdoa diatas makamku. Aku tersenyum bahagia. Mungkin beginilah eksistensiku dimata mereka?

Matahari semakin meninggi, iring-iringan dari rombongan pengantar jenazahku melangkah pulang, meski dari kejauhan mereka masih nampak. Aku tersenyum puas melihat banyak yang menangisi kepergianku. Akhirnya aku ‘eksis’ juga. Bisikku dalam hati. Sekarang aku tinggal menunggu ‘eksistensi’ku di mata Tuhan. Apakah setelah ini aku akan tersenyum lebih lebar karena Tuhan yang memujiku? Atau sebaliknya? Aku tak tahu. Sebentar lagi malaikat Mungkar dan Nakir akan datang. hanya bisa berdoa dalam perasaan harap-harap cemas.
(end)

pertama Dipublikasikan februari 2010. ANNIDA Online.

Jumat, 03 September 2010

SABUN SEREH merk "Bunga Bakung ABadi"




SABUN SEREH
UD. Bunga Bakung Abadi

sudah tahukah anda, apa itu SABUN SEREH???
------> sabun yang terbuat dri sereh! (iyalah tentu saja! ^_^) tapi manfaatnya sudah kah anda tahu?? ini dia... CEKIDOOT!!

manfaat SABUN SEREH antara lain:

1. Mencegah flek-flek hitam
2. Menghilangkan pegal-pegal (lebih bagus dengan air hangat)
3. Memutihkan kulit
4. Menyembuhkan pecah-pecah di kaki
5. Menghilangkan gatal-gatal di kulit
6. Menghindarkan dari gigitan nyamuk
7. Menghilangkan bau badan
8. Dan tidak mempunyai efek samping


Kandungan Sabun Sereh merk “BUNGA BAKUNG ABADI” :

Mengandung:

Minyak Sereh, Minyak Zaitun. Minyak Kelapa, Minyak Sawit, Coconut Fatty Acid Dietahnolamide, EDTA, Sodium Silicate dan bahan alami lainnya.
Sabun herbal tradisional yang terbuat dari bahan dasar alami dan tanpa zat pewarna

----------> HARGA <---------

Bentuk BULAT
Rp. 6.500,- per Pcs
Rp. 30.000 (6pcs)




ORDER
0838 96100011
021 60235105