Tampilkan postingan dengan label ahlul bait. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ahlul bait. Tampilkan semua postingan

Rabu, 24 November 2010

Hadis - Hadis Ghadir

sumber: Ust Muhsin Labib

Hadis Al-Ghadir adalah hadis yang disampaikan oleh Rasulullah saw di Ghadir Khum, suatu tempat antara Mekkah dan Madinah, sesudah haji wada’. Hadis ini disampaikan di depan kurang lebih 150.000 sahabat, di bawah terik matahari yang sangat panas, sambil memegang tangan Imam Ali bin Abi Thalib (sa). Hadis Al-Ghadir adalah hadis yang paling mutawatir dari semua hadis, tidak ada satupun hadis Nabi saw yang melebihi kemutawatiran hadis Al-Ghadir. Karena tidak satu pun hadis Nabi saw yang lain yang disaksikan dan didengarkan oleh puluhan ribu sahabat.



Redaksi hadis ini juga bermacam-macam, antara lain: Di Ghadir Khum, Rasulullah saw bersabda:

من كنت مولاه فعـلي مولاه، اللهمّ وال من والاه وعاد من عاداه



“Barangsiapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya. Ya Allah, tolonglah orang yang menolongnya, dan musuhi orang yang memusuhinya.”

Dalam Redaksi yang disebutkan:

من كنت مولاه فإنّ عليّاً مولاه، اللهمّ عاد من عاداه ووال من والاه



“Barangsiapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka sesungguhnya Ali adalah pemimpinnya. Ya Allah, musuhi orang yang memusuhinya, dan tolonglah orang yang menolongnya.”



Zaid bin Arqam juga mengatakan bahwa Rasulullah saw:

“Sesungguhnya Allah adalah pemimpinku dan aku adalah pemimpin setiap mukmin.”

Kemudian beliau memegang tangan Ali seraya bersabda:

من كنت وليّه فهذا وليّه، اللهمّ وال من والاه وعاد من عاداه



“Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka ini (Ali) adalah pemimpinnya. Ya Allah, tolonglah orang yang menolongnya, dan musuhi orang yang memusuhinya.” Dalam redaksi yang lain disebutkan:

من كنت مولاه فهذا عليّ مولاه



“Barangsiapa yang menjadikan aku mawlanya, maka ini Ali adalah mawlanya.”



Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa orang yang pertama kali mengucapkan “Ucapan selamat” kepada Ali bin Abi Thalib (sa) di Ghadir Khum adalah Umar bin Khaththab, dengan mengatakan:

بخ بخ لك يابن ابي طالب قد اصبحت مولاي و مولا كل مؤمن و مؤمنة




Selamat, selamat atasmu wahai putera Abu Thalib, engkau telah menjadi pemimpinku dan pemimpin semua mukmin dan mukminah.



Hadis Al-Ghadir dengan segala macam redaksinya terdapat dalam kitab:

1. Shahih Muslim, jilid 4/1873, Dar Fikr, Bairut.
2. Shahih Tirmidzi, jilid 5, halaman 297, hadis ke 3797.
3. Sunan Ibnu Majah, jilid 1, halaman 45, hadis ke 121.
4. Musnad Ahmad jilid 5, halaman 501, hadis ke18838, halaman 498, no: 18815, cet Bairut.
5. Musnad Ahmad, jilid 4, halaman 368 dan 372.
6. Musnad Ahmad bin Hamnbal, jilid 1, halaman 88, cet.pertama; jilid 2, halaman 672, dengan sanad yang shahih; jilid 4, halaman 372. cet. Pertama.
7. Khashaish Amirul mu’minin (as), halaman 96, cet Kuwait 1406 H.
8. Fadhilah ash-Shahabah, halaman 15, Dar kutub ilmiyah, Bairut.
9. Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, halaman 533, Dar fikr, Bairut 1398 H.
10. Majma’ az-Zawaid, jilid 9, halaman 104-105, Dar kitab Al-Arabi, Bairut 1402 H.
11. Tarjamah Al-Imam Ali bin Abi Thalib, dalam Tarikh Damsyiq, oleh Ibnu Asakir Asy-Syafi’I, jilid 1, halaman 213, hadis ke: 271,277,278,279,281,460,461 dan 465; jilid 2, halaman 14, hadis ke: 509,510,519,520,524,525,529,530,531,533,534,536,537,538,540,541,542,551,554,555,556,557,563,564,574,575,577,578,579 dan 587,cet. Pertama, Bairut.
12. Majma’uz Zawaid, oleh Al-Haitsami Asy-Syafi’I, jilid 9, halaman: 103,105,106,107 dan 108.
13. Kanzul ‘Ummal jilid 15, halaman: 91,92,120,135,143,147 dan 150, cetakan. Kedua.
14. Khashaish Amirul Mu’minin, oleh An-Nasa’I Asy-Syafi’I, halaman 94,95 dan 50, cet. Al-Haidariyah.
15. Al-Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, halaman 110.
16. Hilyatul Awliya’, oleh Abu Na’Imam Muhammad Al-Baqir (as), jilid 5, halaman 26.
17. Usdul Ghabah, oleh Ibnu Atsir, jilid 5, halaman 369; jilid3, halaman 274; jilid 5, halaman 208.
18. Jami’ul Ushul, oleh Ibnu Atsir, jilid 9, halaman 468.
19. Al-Manaqib, oleh Al-Khawarizmi Al-Hanafi, halaman 79,94 dan 95.
20. Ad-Durrul Mantsur, oleh As-Suyuthi, jilid 5, halaman 182.
21. Nizham Durar As-Samthin, oleh Az-Zarnadi Al-Hanafi, halaman 112.
22. Manaqib Ali bin Abi Thalib, oleh Ibnu Al-Maghazili Asy-Syafi’I, halaman 19, hadis ke: 24,23,30,31,32,34 dan 36.
23. Al-Hawi, oleh As-Suyuthi, jilid 1, halaman 122.
24. Al-jarh wat-Ta’dil, oleh Abi Hatim, jilid 4, halaman 431, cet. Haidar Abad.
25. Yanabi’ul Mawaddah, oleh Al-Qundusi Al-Hanafi, halaman: 31,33,36,37,38,181,187,274.
26. Dzakhairul ‘Uqba, halaman 67.
27. Al-Ishabah, jilid 1, halaman 305,372 dan 567; jilid 2, halaman 257,382,408 dan 509; jilid 3, halaman 542; jilid 4, halaman 80.
28. Al-Aghani, oleh Abil Farj Al-Isfahan, jilid 8, halaman 307.
29. Tarikh Al-Khulafa’, oleh As-Suyuthi Asy-Syafi’I, halaman 169, cet. As-Sa’adah, Mesir; halaman 65, cet Al-Maimaniyah, Mesir.
30. Mashabih As-Sunnah, oleh Al-Baghawi Asy-Syafi’i, jilid 2, halaman 275.
31. Kifayah Ath-Thalib, oleh Al-Kanji Asy-Syafi’I, halaman: 58,60,62 dan 286, cet. Al-Ghira.
32. Al-Imamah was Siyasah, oleh Ibnu Qataibah, jilid 1, halaman 101.
33. Syawahidut Tanzil, oleh Al-Haskani Al-Hanafi, jilid 1, halaman 157, hadis ke: 210,212 dan 213.
34. Sirr Al-‘Alamin, oleh Al-Ghazali, halaman 21.
35. Misykat Al-Mashabih, oleh Al-Umari, jilid 3, halaman 243.
36. Ar-Riyadh An-Nadharah, jilid 2, halaman 222,223 dan 224.
37. At-Tarikh Al-Kabir, oleh Al-Bukhari, jilid 1, halaman 375, cet. Turki.
38. Faraid As-Samthin, jilid 1, halaman 63 dan 66.
39. Ihqaqul Haqq, jilid 6, halaman 228.
40. Al-Bidayah wan-Nihayah, jilid 5, halaman: 211,212,213 dan 214; jilid 7, halaman: 338,348,448 dan 334.
41. Al-Manaqib, oleh Abdullah Asy-Syafi’I, halaman 106.
42. Wafaul Wafa’, oleh Abdullah Asy-Syafi’I, halaman 106.
43. Miftahun Naja, oleh Al-Badkhasyi, halaman 58.
44. Taysirul Wushul, oleh Ibnu Ar-Rabi,, jilid 2, halaman 147.
45. Tarikh Baghdad, oleh Al-Khatib Al-Baghadi, jilid 8, halaman 290.
46. Al-Kina wal- Asma’, oleh Ad-Dawlabi, jilid 1, halaman 160, cet. Haidar Abad.
47. Nizham An-Nazhirin, halaman 39.
48. Al-Jarh wat-Ta’dil, oleh Ibnu Mundzir, jilid 4, halaman 431.
49. Asy-Syadzarat Adz-dzahabiyah, halaman 54.
50. Akhbar Ad-Duwal, oleh Al-Qurmani, halaman 102.
51. Dzakhair Al-Mawarits, oleh An-Nabilis, jilid 1, halaman 213.
52. Kunuzul Haqaiq, oleh Al-Mannawi, huruf Mim, cet. Bulaq.
53. Arjah Al-Mathalib, oleh Syaikh Abidillah Al-Hanafi, halaman: 564,568,570,471,448,581,36 dan 579.
54. Muntakhab min shahih Bukhari wa Muslim, oleh Muhammad bin Utsman Al-Baghdadi, halaman 217.
55. Fathul Bayan, oleh Haasan Khan Al-Hanafi, jilid 7, halaman 251, cet, Bulaq
56. Al-Arba’in, oleh Ibnu Abil Fawaris, halaman 39.
57. Al-I’tiqad ‘Ala Madzhab As-Salaf, oleh Al-Baihaqi, halaman 182.
58. Al-Mu’tashar minal Mukhtashar, jilid 2, halaman 332, cet. Haidar Abad.
59. MawdhihAwhamil Jam’I Wat-Tafriq, oleh Al-Khatib Al-Baghdadi, jilid 1, halaman 91.
60. At-Tahdzib, oleh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani Asy-Syafi’I, jilid 1, halaman 337.
61. Al-Bayan Wat-Ta’rif, oleh Ibnu Hamzah, jilid 2, halaman 230.
62. Al-Adhdad, halaman 25 dan 180.
63. Al-‘Utsmaniyah, oleh Al-Jahizh, halaman 134 dan 144.
64. Mukhtalib Al-Ahadist, oleh Ibnu Qutaibah, halaman 52.
65. An-Nihayah, oleh Ibnu Atsir Al-Jazari, jilid 4, halaman 346, cet. Al-Muniriyah, Mesir.
66. Ar-Riyadh An-Nadharah, oleh Muhibuddin Ath-Thabari Asy-Syafi’i, jilid 2, halaman 244, cet. Al-Kaniji, Mesir.
67. Duwal Al-Islam, jilid 1, halaman 20.
68. Tadzkirah Al-Huffazh, oleh Adz-Dzahabi, jilid 1, halaman 10.
69. Al-Mawaqif, oleh Al-Iji, jilid 2, halaman 611.
70. Syarah Al-Maqashid, oleh At-Taftajani, jilid 2, halaman 219.
71. Muntakhab Kanzul ‘Ummal (catatan pinggir) Musnad Ahmad, jilid 5, halaman 30.
72. Faydhul Qadir, oleh Al-Mannawi Asy-Syafi’I, jilid 1, halaman 57.
73. Atsna Al-Mathalib fi Ahadits Mukhtalif Al-Maratib, halaman 221.
74. Ar-Rawdh Al-Azhar, oleh Al-Qandar Al-Hindi, halaman 94.
75. Al-Jami’ Ash-Shaghir, oleh As-Suyuthi, hadis ke 900.
76. Al-Mu’jam Al-Kabir, oleh Ath-Thabrani, jilid 1, halaman 149 dan 205.
77. Al-Fadhail, oleh Ahmad bin Hambal, hadis ke: 91,822 dan 139.
78. Al-Kamil, oleh Ibnu ‘Adi, jilid 2, halaman 20.
79. Asy-Syaraf Al-Muabbad Li-Ali Muhammad, oleh An-Nabhani Al-Bairuti, halaman 111.
80. Maqashid Ath-Thalib, oleh Al-Barzanji, halaman 11.
81. Al-Fathu Ar-Rabbani, jilid 21, halaman 312.



Sekilas Tentang Proklamasi "Ghadir Khum"

oleh: Muhsin Labib

Nabi teragung Muhammad SAW memberitahukan kepada para sahabat dan utusan yang menemuinya, bahwa haji yang akan beliau laksanakan pada tahun itu tampaknya haji terakhir. Karena itu kaum muslimin berlomba-lomba untuk menghadiri haji pada tahun tersebut, yaitu tahun 10 Hijriyah. Ada yang menyatakan terkumpul sekitar 90.000 orang, ada juga 140.000, ada pula 120.000, bahkan ada yang menyatakan lebih dari itu.



Menurut riwayat dari Zaid bin Arqam, ia berkata:



"Ketika Rasulullah saw kembali dari haji wada' beliau menuju sungai atau wadi yang bernama Ghadir Khum."



Sa'ad bin Abi Waqqash meriwayatkan:



"Kami bersama Rasulullah saw, ketika kami sampai pada sungai yang bernama "Khum" orang-orang berhenti dan menunggu orang-orang yang di belakang mereka, lalu orang-orang yang berada di belakang bergegas ke depan. Setelah orang-orang itu berkumpul di hadapan beliau, beliau bersabda...."



Dapat dipastikan bahwa tempat penobatan Ali di hadapan orang banyak adalah sungai yang bernama Khum.



Ayat Perintah menyampaikan Penobatan Ali sebagai Wali



Jibril turun ke bumi membawa syariat dan kali ini membawa ayat tentang perintah tabligh (menyampaikan penobatan wali) yang berbunyi:



Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS al-Maidah:67)




Ayat ini turun pada tanggal 18 Djulhijjah di wadi yang bernama "Khum". Hari itu merupakan hari dimana Rasulullah saw mengukuhkan Ali sebagai sumber ilmu bagi orang banyak, juga sebagai wali dan khalifah pengganti Rasul. Peristiwa itu terjadi pada hari Kamis.[1]



Teks Pidato Ghadir Khum

"Ketika Rasulullah saw kembali dari haji wada', beliau turun ke tepi wadi Khum, kemudian beliau bersabda,

"Sepertinya ada yang memanggilku dan aku menjawabnya. Sesungguhnya aku telah meninggalkan kepada kalian dua perkara, salah satunya adalah yang lebih agung dari yang lainnya. Yaitu, Kitabullah dan yang lain adalah keturunan, Ahlulbaitku. Perhatikanlah, bagaimana kalian berani menentangku dengan berpaling dari kedua hal tersebut. Keduanya tidak akan berpisah satu sama lainnya".



Kemudian beliau melanjutkan sabdanya, "Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla adalah pemimpinku , dan aku adalah pemimpin bagi setiap orang mukmin". Beliau lantas memegang lengan Ali dan bersabda, "Siapa saja yang sebelumnya menjadikan aku sebagai pemimpin bagi dirinya, maka orang ini -yaitu Ali- adalah juga pemimpin bagi dirinya, Ya Allah jadikanlah wali yang orang-orang yang menjadikan Ali sebagai wali, dan perangilah orang yang memerangi dirinya".[2]



Riwayat dari Sa'ad bin Abi Waqash

Aku mendengar khutbah Rasulullah saw pada hari Jum'at. Beliau memegang lengan Ali dan berkhutbah dengan didahului lafaz pujian kepada Allah Swt, dan memuji-Nya. Kemudian beliau bersabda,



Wahai sekalian manusia, aku adalah wali bagi kalian semua.

Mereka menjawab, Benar apa yang engkau katakan wahai Rasulullah saw.



Kemudian beliau mengangkat lengan Ali dan bersabda, "Orang ini adalah waliku, dan dialah yang akan meneruskan perjuangan agamaku. Aku adalah wali bagi orang-orang yang mengakui Ali sebagai wali, dan aku juga merupakan orang yang akan memerangi orang yang memeranginya.[3]



Referensi:

1. ^ Rujuk Tarjamat Imam 'Ali bin Abi Thalib dari Tarikh Dimasyq karya Ibnu Asakir, juz 2, hal. 86; ad-Durrul Mantsur fi Tafsiril Qur'an, Jalaluddin Syuthi. asy-Syafi'i, juz 2, hal. 298

2. ^ al-Manaqib, Khawarizmi, hal. 93; Yanabi'ul Mawaddah, Qunduzi, hal. 32

3. ^ Khashaish Amirul Mu'minin, an-Nasa'i, hal. 101; ar-Riyadhun Nadhrah, Thabari, juz 2, hal. 282

Jumat, 22 Oktober 2010

RAHASIA SURAT AL-FATIHAH

Di dalam riwayat-riwayat dari Ahlul bait (sa) dinyatakan bahwa Al-Qur’an memiliki makna lahir dan makna batin.

Surat Al-Fatihah adalah salah satu surat Al-Qur’an yang mengandung rahasia yang dalam dan dikenal sebagai Ummul Kitab,
induk Al-Qur’an, mencakup seluruh kandungan Al-Qur’an.
Maknanya terbagi menjadi dua, separuh untuk Allah dan separuh lagi untuk hamba-Nya.
Dalam Tafsirnya Al-Mizan Allamah Thabathaba’i mengutip hadis Qudsi yang bersumber dari Imam Ali bin Abi Thalib (sa), dari Rasulullah saw.
Hadis ini sangatlah penting kita simak dan kita renungkan.

Berikut ini hadisnya:

Imam Ali (sa) berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda bahwa Allah Azza wa Jalla berfirman:
“Aku membagi surat Al-Fatihah antara Aku dan hamba-Ku, separuh untuk-Ku dan separuh lagi untuk hamba-Ku.

Untuk hamba-Ku adalah sesuatu yang ia mohon.
Ketika ia membaca:
Bismillahir Rahmanir Rahim, Allah Azza wa Jalla menyatakan:

“Hamba-Ku telah memulai dengan nama-Ku, maka berhaklah Aku untuk menyempurnakan semua urusannya dan memberikan keberkahan dari sisi-Ku untuk seluruh keadaannya.

Ketika hamba-Ku membaca: Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, Allah Jalla jalaluh menyatakan:

“Hamba-Ku telah memuji-Ku, mengakui bahwa semua nikmat yang dimilikinya berasal dari sisi-Ku, dan semua bala’ hanyalah Aku yang menyingkirkan sehingga ia merasakan itu sebagai karunia.
Maka, hendaknya kalian saksikan, Aku akan menjamunya dengan kenikmatan akhirat lebih dari kenikmatan dunia yang telah Kuberikan, dan menyingkirkan bala’ akhirat sebagaimana Aku telah menyingkirkan bala’ dunia.

Ketika hamba-Ku membaca: Ar-Ramânir Rahîm, Allah Jalla jalaluh menyatakan:
Hamba-Ku telah bersaksi bahwa Aku Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Kalian saksikan, Aku akan melimpahkan rahmat-Ku kepadanya dan mencurahkan karunia-Ku kepadanya.


Ketika hamba-Ku membaca: Maliki yawmiddîn, Allah swt menyatakan:
Kalian saksikan, karena ia telah mengakui Aku sebagai Raja pada hari kiamat, maka Aku akan memberikan kemudahan baginya yaitu amalnya tidak akan dihisab, dan Aku akan mengampuni semua kesalahannya.

Ketika hamba-Ku membaca: Iyyâka na’budu wa iyyâka nasta’in, Allah Azza wa Jalla menyatakan:

“Dia hanya memohon pertolongan kepada-Ku dan hanya bersandar kepada-Ku.
Kalian saksikan, Aku akan menolongnya dalam segala urusannya, Aku akan melindungi-Nya dalam segala deritanya, dan Aku akan memegang tangannya saat ia membutuhkan pertolongan.


Ketika hamba-Ku membaca: Ihdinash shirâthal mustaqîm ... (sampai akhir surat), Allah Jalla jalaluh menyatakan:
Hamba-Ku telah memohon kepada-Ku, maka Aku pasti mengijabah permohonan hamba-Ku, memberikan apa yang diinginkan, dan menyelamatkannya dari apa yang ditakutkan.”
(Tafsir Al-Mizan 1: 41-42)

Tentang Rahasia surat Al-Fatihah, Rasulullah saw juga bersabda:
“Ketika Allah Azza wa Jalla hendak menurunkan surat Al-Fatihah, ayat Kursi, surat Ali-Imran 18, 26-27, surat dan ayat itu bergelantung di Arasy dan tidak ada hijab dengan Allah.

Surat dan ayat itu berkata kepada-Nya: Ya Rabbi, Engkau akan menurunkan kami ke alam dosa dan kepada orang yang bermaksiat kepada-Mu, sementara kami bergelantung dengan kesucian-Mu.
Maka Allah swt berfirman: “Tidak ada seorang pun hamba yang membaca kalian setiap sesudah shalat kecuali Aku karuniakan padanya lingkaran kesucian di tempat ia berada, dan Aku memandangnya dengan mata-Ku yang tersembunyi dengan tujuh puluh kali pandangan setiap hari.
Jika tidak, Aku tunaikan baginya setiap hari tujuh puluh hajat yang disertai pengampunan.
Jika tidak, Aku melindungi dan menolongnya dari semua musuhnya….” (Tafsir Majmaul Bayan 1: 426)

Rahasia Shirâthal Mustaqîm

Shirathal mustaqîm adalah jalan yang lurus, jalan menuju Allah swt.
Tidak jarang manusia tersesat dari jalan ini sehingga ia mendapat murka Allah swt.
Tergelincir darinya sehingga ia jatuh ke kubangan api neraka.
Sharâthal Mustaqîm itu ada dua: Shirâthal mustaqîm di dunia dan Shirâthal mustaqîm di akhirat.
Agar kita selamat dalam melintasi Shirâthal mustaqîm di akhirat, tidak tergelincir kemudian jatuh ke kubangan api neraka, maka kita harus berada di Shirâthal mustaqîm dunia, mengikuti tapak-tilas Rasulullah saw dan Ahlul baitnya (sa), mematuhi bimbingan mereka.

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata:
“Shirâthal mustaqîm adalah jalan menuju makrifatullah.
Shirâthal mustaqîm ada dua macam: Jalan di dunia, dan jalan di akhirat.
Shirâthal mustaqim di dunia adalah imam yang wajib ditaati.
Barangsiapa yang mengenalnya di dunia, dan mengikuti bimbingannya, ia akan selamat dalam melintasi shirâthal mustaqîm di akhirat, jembatan di atas neraka Jahannam.
Dan barangsiapa yang belum mengenalnya di dunia, ia akan tergelincir kakinya di akhirat sehingga jatuh ke dalam api neraka Jahannam.” (Tafsir Al-Mizan 1: 43)

Dikutip dari : www.almusthafa.org