Kamis, 01 Oktober 2009

Menjelang Lebaran (part 1)

Menjelang Lebaran (part 1)

Tiga hari menjelang lebaran aku mudik ke bandung, saat itu suasana kondusif dan belum menunjukan adanya tanda-tanda lonjakan pemudik, jalanan pun lancar tanpa hambatan, dan dalam pikiranku saat itu adalah aku akan bertemu dengan keluargaku dan….siap siaga melahap banyak makanan (perbaikan gizi) hahaha….


Adzan azhar berkumandang tepat saat aku berjalan di komplek yang telah lama aku kenal, disinilah tempat aku dibesarkan, jalan yang lebarnya kurang lebih 5 meter, dengan rumah-rumah terbilang besar, beberapa malah berkesan mewah dan mencolok sendiri dengan gaya mediterania dalam arsitekturnya, karena rumah-rumah disini rata rata berarsitektur antik ,iaa rumah orang jadul lah, tapi dengan banyak renovasi, tapi antik nya masih tetap tertinggal. Didepan setiap rumah ada got kecil fungsinya untuk aliran air hujan, aku jadi ingat dulu di sekolah dasar, acapkali bermain-main disitu, menangkap ‘keuyeup’ (kepiting kecil), kecebong, ikan impun (sejenis teri), atau berburu belut, saat itu lebih menenangkan daripada bermain boneka, atau tidur siank. Teman semasa kecilku semuanya laki-laki, diantaranya bernama Irwan, bocah dengan pipi chubby berambut keriting seperti domba, sehingga kami sering menjulukinya Domba galing, kami sering digosipkan pacaran (huu padahal pacaran itu apa juga belum ngerti).


Tak jauh dari ‘lokasi got’ yang menggodaku bernostalgia. Nampaklah sebuah rumah dengan pagar tinggi berwarna coklat tua, dengan tembok berwarna mocca, di sudut kirinya terdapat lampu taman berbentuk bulat putih seperti bulan, dikelilingi oleh tanaman bunga melati yang lebat, dilengkapi tanaman bunga mawar di tengah-tengah taman yang tampak gundul pengaruh kemarau mungkin, disudut-sudut terdapat onggokan besar tanaman lidah buaya, Halaman yang cukup lapan dengan hamparan rumpu hijau segar, lalu teras dengan tiga buah kursi antik dilengkapi bantalan duduk berwarna merah marun, juga meja kaca antik. Terakhir yang tak kalah mencolok dibandingkan dengan yang lainnya adalah plang putih besar bertuliskan NOTARIS & P.P.A.T, DELINA UTAMI SH. Aku menarik selot pagar besi berwana coklat tua tersebut, lalu menggesernya beberapa puluh centi agar aku bisa leluasa masuk, melangkah lah aku perlahan menuju pintu ruang tamu yang ternyata terbuka, isinya berantakan, nampaknya sedang direnovasi, karena terlihat beberapa kaleng cat di sudut ruang tersebut.
“Assalamualaikum” ucapku seraya menyeloroh masuk,
“Waalaikum Salam..” suara yang sangat kukenal menyahutku, Mama keluar dari kamar seraya melongok penasaran akan pemilik salam tadi, mata dan romannya sontak berubah melihatku.
“N’cuy…!? Eleuuh,, kamana wae baru datang ayeuna!” entah itu seruan atau luapan kangen yang pasti dia sontak menghambur kearahku dan memelukku, aku pun mencium tangannya. Selajutnya, seperti biasalah pertanyaan basa-basi. Di bandung aku tinggal bersama ibu tiriku, satu adik laki2, kakak sepupu perempuanku (dia lah yang berprofesi sebagai Notaris) kami semua tinggal di rumah bibiku. Selanjutnya Aku bercerita panjang lebar tentang kuliah, sidangku, keadaan rumah di Jakarta hingga pada penghuni2 halus yang ada disana pada mereka, waah, baru saja datang sudah diserbu dengan berbagai macam pertanyaan oleh mereka yang rasanya juga gemas bila tidak langsung aku jawab hehehe.


Saat itu jam menunjukan pukul 2 dini hari, aku tak bisa memejamkan mata, dan rasanya tanggung mau tidur, dua jam lagi waktunya sahur, aku tatap lekat-lekat dinding tembok yang dilapisi kayu jati ruang keluargaku, aku tidak tidur di kamar, biasanya dikamar, namun sekarang kamarkamar sedang direnov dan di cat ulang, sehingga sementara kami mengungsi ada yang ke kamar tamu, atau tidur di ruang tengah (keluarga). Di tengah-tengah ruangan ini terdapat lampu gantung antuk berukuran besar, dulu merasa takut bila berada dibawahnya, ngeri lampu tersebut putus dan menimpaku, lalu kepalaku bocor dan aku mati ha3. Sekarang biasa saja, malah seolah lampu itu berkata, dan menjadi subjek terakhir yang menyapa n menyambut kedatanganku dari Jakarta, seolah ia berkata, kamu sudah besar nu? Dulu kamu kecil, hitam, dan jelek. Jadi teringat, dulu sempat ada Lini seusai magrib dan lampu rumah bergoyang kencang, orang2 ketakutan siap-siap lari keluar, sementara aku malah berhambur ke kamar untuk solat minta taubat karena kupikir tadi itu akan kiamat. Berjanji tidak nakal lagi, Sementara besoknya lupa, dan kembali nakal lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar