Jumat, 16 Oktober 2009

DIA (Mata Kesepian

DIA (Mata Kesepian)

Hari ini dia menyendiri lagi. Tampak sekali raut putus asa di wajahnya, meskipun begitu sebentar-sebentar dia melirik kearah ku, memergoki aku yang diam-diam menatapnya. Akhirnya aku putuskan untuk menghampirinya, sambil tersenyum kulemparkan pertanyaan basa-basi, namun tak banyak dia menanggapi. Tak seperti biasanya, sebelumnya dia selalu menimpali setiap pertanyaanku dengan penuh antusias, sejak kemarin dia lebih banyak diam, akupun diam seraya menerka-nerka, bening matanya memendam amarah entah sedalam apa di hatinya, membuatku sedih tapi tetap enggan beranjak darinya. Dia terdiam sedih persis seperti ‘Singa lapar yang jadi putus asa setelah kehilangan mangsa buruannya’. Memang apa yang dia ‘buru’?


Banyak yang mencemooh ‘dia aneh’, tapi bagiku tidak, pernah ada pula komentar buruk tentangnya hinggap di telingaku, tapi bagiku mereka keliru. “Anak aneh yang selalu menyendiri ditengah keramaian”, Cupu. Itu yang mereka bilang, tapi itu karena mereka tak mengerti, mereka tak tahu, karena mereka tak mau menerima dia apa adanya. Dan mereka tak merasakan. Dia itu kesepian, aku bisa melihatnya dari matanya, mata yang sama denganku. Ada yang mengatakan “Mata adalah Jendela Hati”, bagiku Mata Adalah Resonansi Jiwa, seperti halnya Tulisan. Namun masalah Hati, hanya Tuhan dan dia sendiri yang tahu. Seberapa banyak luka yang telah tertoreh disana? seberapa dalam luka itu? seberapa pilu yang dirasakannya? dan kita hanya bisa menerka.


Sekali lagi aku diam-diam menatap dirinya, ingin rasanya aku menghibur dan enyahkan kesedihannya dari matanya walau aku tak tahu bagaimana caranya. Merangkul Hatinya yang kelu. Dia pernah bercerita dulu, perihal keluarga dan masa lalunya yang suram, kesedihan karena merasa terbuang, merasa Tidak dihargai, di anggap Sampah. Sementara aku hanya mampu menyemangatinya dengan berkata “bersabarlah..”. Nasihat Basi untuk hatinya yang hampir mati, banyak orang yang berempati karena rasa kasihan. Tapi tidak! Dia tidaklah selemah itu. mereka memiliki ketegaran masing-masing dalam menopang lapuknya hati. Memiliki kekuatan luar biasa yang disokong dengan kesabaran yang kuat dalam menjalani kecutnya hidup. Berjalan dengan yakin akan menemukan terang, tak berputus asa terus tegap menanti airmata yang bermetamorfosa menjadi kebahagiaan. Mereka Tidak aneh, hanya kesepian, minder, memendam amarah atas luka hatinya, dan takut merasa kehilangan. Takut untuk memulai mencintai, Takut bila lingkungan kembali ‘membuangnya’. Mereka hanyalah korban, dari lingkungan atau orang tua yang juga menjadi korban dari orang tua atau lingkungannya. Seperti racun “Lingkaran Setan”, dimana penawarnya adalah Kasih sayang dan Keikhlasan.


Aku pergoki dia kembali melirik kearahku, berbeda dengan sebelumnya, kini sepasang mata dibalik kacamatanya sekarang nampak malu-malu, nampaknya dia telah memutuskan untuk memasang senyum dan kembali tegar, Aku telah menemukan kembali kelembutan di matanya. Akhirnya dia bersedia membuka dirinya sekali lagi dan membagi bebannya padaku. Aku rasa dia kembali mempercayaiku, dan aku begitu antusias dibuatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar