Jumat, 16 Oktober 2009

Love At First Sight (part2)

Love At First Sight (part2)

Ku pijakan langkahku dengan santai siang itu, diantara kerumunan orang yang nampak terburu-buru sekali, beberapa dari mereka memencak-mencak kesal karena busway yang ditunggunya tak kunjung datang mengangkut penumpang. Aku melirik jam digital yang tertera di layar ponselku, pukul 14.10 wib. Satu setengah jam lebih awal dari waktu yang seharusnya. Yaa.. Aku bermaksud bertemu dengan seseorang disini.


Terminal busway Grogol, akan menjadi penuh sesak menjelang pukul tiga dan empat ke atas, pada pukul tiga, terminal ini dipenuhi oleh anak-anak sekolah yang berpulang dari sekolah, sementara menjelang pukul lima keatas akan di penuhi oleh para pegawai dan eksekutif muda. Dan itu yang kutunggu.


Sebulan yang lalu aku bertemu dengan seseorang yang tak kukenal namanya, namun ku ingat wajahnya, tak aku tahu dimana rumahnya namun aku mengenal kedalaman matanya. Wajah yang tampan, kulit putih, mata bening, rambut sedikit ikal, hidungnya mancung, dengan tatapan lembut dalam kepenasaran yang pernah dia siratkan padaku. Dulu aku pertama kali bertemu dengannya disini, tepat pukul 16.20, atau lain kata setengah lima kurang sedikit. Aku terus memperhatikannya dalam antrian para penumpang busway tujuan lebakbulus. Hingga kami duduk saling berhadapan didalam busway. Love at First Sight.


Satu jam berlalu. Para anak berseragam sekolah hanya nampak lalu lalang beberapa, sisanya para pegawai, orang umum dan para eksmud, tapi dia yang aku tunggu masih belum nampak juga. Menghilangkan bosan aku mendengarkan musik dari Ipod. Busway tujuan lebak bulus datang, para penumpang berebutan naik, salah satu dari mereka melirik heran padaku yang tetap duduk tak bergeming, sementara yang lain sibuk menyerbu ke pintu masuk bus.

Dua jam berlalu, aku masih menunggu termenung di kursi besi koridor, halte busway. tiga jam berlalu, langit senja memerah mulai meledek penantianku. Aku mulai menghela nafas seraya meluruskan tubuhku, sudah berapa kali bus berlalu, beragam orang datang, menunggu lantas pergi. Namun Aku masih belum melihatnya. Membuatku jadi pesimis. Apa jangan-jangan dia tidak naik busway lagi? Atau naik busway jurusan lain? Atau.. ah! aku segera mengenyahkan pertanyaan-pertanyaan yang berputar dikepalaku.

Langit mulai gelap, dan ba’da magrib berganti Isya. Kebetulan aku sedang ‘halangan’ jadi aku tak perlu melakukan shalat. Tuk yang keratusan kalinya aku melirik lagi angka digital yang tertera di layar ponselku, jam delapan malam lewat sepuluh menit. Rasanya kakiku sudah lemas dan pinggangku pegal sekali berlama-lama duduk, mungkin dia tidak akan muncul dan lebih baik aku pulang. Sesaat kala aku beranjak dari kursiku, sesosok yang aku kenal muncul dari kejauhan, dengan kemeja biru langit dipadu vest hitam elegan,yang seketika membuat hatiku bak disapa angin sepoi, sebuah energy muncul entah darimana, mencuatkan kegirangan dalam hatiku hingga bibir ku tersenyum puas.

Alhamdullilah akhirnya. Aku kangen sekali. Buru-buru aku kembali duduk dengan ekspresi pura-pura tak terjadi apa-apa. Sambil berusaha sedikit bersembunyi diantara beberapa orang yang juga duduk di kursi tunggu koridor busway. Seraya menahan girang, laki-laki itu pun melintas di hadapanku, matanya melirik kearahku, dari ekspresinya nampaknya, dia menggali memorinya mengingat-ingat, dan nampak terkejut, aku segera melempar senyum padanya dan dia balas tersenyum. Subhanallah manis sekali…!!


Tak lama sejak kedatangannya, sebuah busway tujuan lebak bulus segera merapat, semua orang berhambur masuk, akupun masuk dengan hati-hati, lalu diam berdiri di pojok busway, karena saat itu penumpang dalam bus cukup padat, kami terpisah, dia sendiri berdiri di tengah bus sambil berpegangan di handle bus.


Setelah setengah jam bus akhirnya lenggang, aku dapat tempat duduk, dekat pintu belakang. Aku memandang keluar jendela, sudah tak jauh dari halte tanah kusir, kira-kira perlu melewati dua halte lagi hingga sampai disana. Dalam hati aku merasa kecewa karena waktuku bersamanya hampir usai, saat bus lenggang tepat saat tak jauh dari halte tanah kusir. Aku memandangi pria tersebut, entah mengapa rasanya dia seperti berusaha memalingkan wajahnya dariku, berbeda dengan dulu, kami saling bertukar chemistry satu sama lain walau belum saling kenal. Dalam khayalanku bila bertemu untuk yang kedua kalinya, kami akan berkenalan atau selanjutnya bertukar nomor ponsel? Namun, ekspresinya begitu dingin, dan dia terus berdiri menghadap kearah depan seraya tangan kanannya memegangi jaket dan tas gendongnya

Halte 1...
halte 2, hingga akhirnya..


“next stop Tanah kusir” begitu loudspeaker busway memberikan warning, langsung pria tersebut buru-buru berjalan menuju pintu yang berada tepat disampingku, akhirnya kali ini dia tak bisa menghindari bertemu pandang denganku. Dia berhenti tepat didepanku, memalingkan matanya dariku, sesaat sebelum akhirnya busway merapat, dan sesaat hingga aku menyadari sebuah cincin platina tersemat di jari manisnya, yang tersibak diantara jaketnya. Aku terperangah, diam mematung. Sebelum akhirnya melangkah turun dia melirik padaku menyunggingkan senyum yang nampak berat, bahkan matanya enggan lama-lama bertemu dengan mataku. Begitu pintu busway terbuka diapun melangkah keluar dan berlalu...
bersama hatiku yang menjadi kelu..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar